WartaDepok.com – Juru bicara Satgas Covid-19 Kota Depok Dadang Wihana mengungkap ketidaksinkronan data jumlah penderita Covid-19 antara pusat dan daerah.
Dia menyebutkan ada gap data sekitar 5.000 antara Pusdatin Kementrian Kesehatan dengan data riil yang ada di Kota Depok.
“Saat ini, terjadi gap data yang cukup tinggi sejumlah 5.068 kasus perbedaan data antara pusat dengan Kota Depok. Ini informasinya terjadi juga dengan daerah lainnya,” katanya, Kamis (7/1/2021).
Disebutkan dia bahwa status Covid-19 itu adalah data yang digunakan salah satunya untuk menghitung zona resiko daerah oleh Satgas Pusat.
Mereka mengambil data dari pusdatin Kementerian Kesehatan.
Untuk kabupaten dan kota di Jawa Barat fasilitas untuk data itu memang dikendalikan oleh pikobar Jawa Barat.
Saat ini untuk Kota Depok data itu di input dalam Picodep.
“Aplikasi itu lebih dulu hadir ketika 1 bulan terjadinya kasus covid 19 Kota Depok sudah punya aplikasi sebelum pikobar dan sebelum aplikasi all new record di Kemenkes,” ungkapnya.
Untuk data di Kota Depok sambung Dadang sudah diumumkan setiap hari sehingga tidak ada dua data.
Data yang di Kota Depok publish adalah data realtime karena ini menyangkut keselamatan manusia.
“Kita sudah menyampaikan masalah ini pada lebih kurang bulan Oktober kepada provinsi untuk difasilitasi rekonsiliasi data dengan pusat akan tetapi belum ada tindak lanjut sehingga kami Kota Depok berkoordinasi dengan pusdatin Kementerian Kesehatan,” tambahnya.
Beberapa waktu lalu pihaknya diminta kabupaten kota untuk mengikuti data rilis yang sama dengan pemerintah pusat.
Kemudian diarahkan untuk menyajikan dua data, tetapi Kota Depok tidak bisa memenuhi itu karena Kota Depok tetap dengan paradigmanya adalah menggunakan data real Time yang di publik.
“Saat ini yang dibutuhkan adalah bagaimana agar pusdatin dengan Kota Depok bisa melakukan (bliring)? Data. Gap Data yang 5068 itu bisa langsung di input ke pusdatin tanpa harus diinput satu per satu,” katanya.