WartaDepok.com – Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengatakan ekonomi digital menjadi peluang bagi Indonesia untuk kembali meraih kesuksesan setelah era minyak pada 1980-an.
Tantangan utamanya sebut dia adalah kesiapan masyarakat terutama menghadapi era siber.
Tentunya, pemerintah harus melihat keamanan siber sebagai hal yang penting, tidak hanya dalam kepentingan negara dan bisnis, namun juga sampai pada tingkat individu.
“Apalagi kita baru saja diramaikan dengan berbagai peristiwa yang berhubungan dengan keamanan siber. Mulai dari error-nya sistem Mandiri, lalu blackout PLN dan tentu saja ramainya RUU Keamanan dan Ketahanan Siber,” kata Pratama Persadha saat menghadiri Indosec 2019 di Jakarta, Kamis (5/9).
Menurut Pratama Persadha, kunci sukses menwujudkan keamanan serta pertahanan siber yang kuat salah satunya adalah bagaimana mengelola teknologi, baik dari sisi SDM, infrastruktur maupun industrinya, ekonomi digitalnya.
Di acara tersebut, Pratama mengatakan, Indosec 2019 atau The Indonesia Security Summit menjadi ajang tahunan yang penting.Indosec 2019 ini kata dia, menjadi agenda bagi para pakar keamanan siber untuk berbagi.
“Pentingnya rancangan jangka panjang negara dalam membangun keamanan siber. Dan pentingnya negara fokus dalam 4 hal untuk menguatkan dunia siber tanah air,” paparnya.
Pertama menegaskan, perlu mengamankan infrastruktur yang kritis.
“Seperti peristiwa blackout PLN kemarin membuat sadar betapa masih rapuhnya kita,” ucap dia.
“Paling tidak ada pengamanan siber yang diperkuat untuk sektor kelistrikan, air, transportasi, pendidikan, kesehatan, perbankan dan instansi pemerintah. Ditambah sekarang adalah fintech, juga harus benar-benar aman, karena masyarakat mulai banyak menyimpan uangnya di sana,” jelas pria asal Cepu Jawa Tengah ini.
Lalu Pratama menambahkan, untuk mewujudkan dunia siber yang aman dan kondusif dengan perlu edukasi yang penting penggunaan Privillaged Access Management (PAM).
PAM sendiri jelasnya, sangat berguna dalam menjamin keamanan data yang dikelola oleh pengguna yang memiliki privileged access di dalam perusahaan maupun institusi pemerintah.
“Para pemilik privillage accsess ini seringnya menjadi orang yang diintai para peretas maupun pihak dalam yang berniat jahat. Dengan PAM, seharusnya bisa lebih memperkuat sistem dalam sebuah institusi maupun perusahaan,” jelas chairman lembaga riset keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) ini.
Menurut dia lagi, menjaga informasi penting dan rahasia di instansi memang tidak mudah. Hasil riset CISSReC di 9 kota besar tanah air sebut Pratama, memperlihatkan bahwa mayoritas penduduk kota besar masih kurang kesadaran mengamankan passwordnya.
Ini jelas pintu masuk yang cukup berbahaya bagi para pemegang privillage access.
“Lewat berbagai akun media sosial maupun email orang-orang penting ini bisa diretas, menjadi korban phising, bahkan blackmail akibat gawainya diretas,” ulasnya.
Lalu tambah dia lagi, mewujudkan ekosistem yang baik di dunia siber tanah air. Dengan keamanan siber yang baik bisa tercipta ekosistem di dunia siber yang baik.
Ekosistem yang baik otomatis melahirkan ekonomi digital yang kuat, bahkan secara fundamental bisa saja tidak tergantung asing.
“Indonesia jangan hanya jadi konsumen. Diperkirakan pada 2023 nilai ekonomi dari industri keamanan siber dunia saja mencapai 639 miliar dollar AS. Ini hanya dari industri keamanan siber, bayangkan industri lainnya di dunia siber. Jadi ini peluang besar bagi Indonesia,” terangnya.
Ditambahkan olehnya, potensi ekonomi digital Indonesia memang sangat menggiurkan. Menurut riset Google dan Temasek dalam e-Conomy SEA 2018 Report, sebut dia, diperkirakan ekonomi digital Indonesia akan menembus US$ 100 miliar pada 2025.
Angka ini jauh meninggalkan Thailand (43) dan Singapura (22). “Tentu akhirnya kita paham mengapa banyak sekali perusahaan teknologi asing ingin berkiprah dan mengambil pasar tanah air,”
“Jadi potensi ekonomi digital kita ditunjang bonus demografi pada 2022-2030. Karena itu sudah benar ada program digital talent. Di 2019 saja dilalokasikan Rp 140 miliar rupiah untuk penyiapan SDM keamanan siber, cloud computing dan artificial intelligence,” terangnya.
Ia menyebutkan lagi, jumlah netizen terus bertumbuh.
Pada 2010 baru ada 40 juta orang mengakses internet, kini di 2019 mungkin sudah lebih dari 180 juta yang mengakses internet. “Modal bagus untuk membesarkan industri siber di tanah air. Bahkan dalam kasus Go-Jek bisa masuk ke negara lain,” paparnya.
Lebih lanjut lagi, Pratama menekankan pentingnya kerjasama internasional. Namun kerjasama yang saling menguntungkan. Ada sharing pengalaman, teknologi dan saling mengisi.
“Di sinilah Indonesia bisa mengambil peran,” jelasnya.
Pakar yang hadir dalam Indosec 2019 selain Pratama antara lain Edy Susanto, Country Lead, Cloud & Enterprise Solution, Microsoft; Faisal Yahya – Head of IT IBS Booking Services; Setiawan Hermanto, Kepala Keamanan & Penjabat TI CISO, Tokopedia; Amit Sharma, Kepala Keamanan TI – CISO, PT Smartfren Telecom Tbk; Rudi Lumanto, Ketua ID-SIRTII, CSOC-BSSN Nasional;
Jason Khoo, Manajer Akun Teknis, Checkmarx; Jonathan Andresen, Direktur Senior, Asia-Pasifik & Jepang, McAfee; Ross Oakley; Jeny Mustopha, CTO, Commonwealth Life; Andeka Putra, CIO, Blue Bird Group; Billy Yosafat, CIO, DB Schenker Indonesia; Venkatesh Subramaniam, Global CISO, Olam International; Wildan Aliviyarda, Wakil Presiden – Kepala Solusi Keamanan Informasi, Indosat Ooredoo; Juan Kanggrawan, Kepala Data & Analytics, Jakarta Smart City.