WartaDepok.com – Pascapelantikan Anggota DPRD periode 2019-2024 di sejumlah daerah beberapa waktu lalu, termasuk Depok, para legislator diketahui menggadaikan SK-nya kepada perbankan. Dengan kata lain, mereka berutang untuk mendapatkan kucuran dana segar.
Lantas apa tanggapan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait ini?
Dikonfirmasi wartawan, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bahtiar mengatakan, apa yang dilakukan para dewan tak melanggar aturan. Itu artinya mereka boleh mengagunkan SK-nya ke Bank.
“Sebagai contoh kalau PNS biasanya bisa dapat pinjaman di bank dengan jaminan agunan SK PNS,” kata dia, Rabu (11/9).
Menurut Bahtiar, menggadaikan SK bukan tindakan yang melanggar aturan. Namun, dia tidak menjelaskan aturan apa yang mengizinkan penggadaian SK.
“Ini adalah proses yang sah dan legal,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris DPRD Banten Deni Hermawan menyebut, dari 85 anggota DPRD, terdapat 10 anggota yang sudah menggadaikan SK ke perbankan. Ia menyebut alasan penggadaian SK tersebut salah satunya untuk biaya sekolah anak.
“Daripada minjem ke rentenir, kan mau sekolahin anak, kebutuhan perbaikan rumah, kan dimungkinkan seperti itu,” kata Deni.
ICW: Modus Baru Potensi Korupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai alasan anggota DPRD menggadaikan Surat Keputusan (SK) agar tidak melakukan korupsi tak masuk akal. ICW menyebut malah akan berpotensi terjadi korupsi modus baru.
“Nggak ada jaminan (tidak akan korupsi) justru bisa memicu korupsi modus baru dengan pembayaran cicilan dilakukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan,” kata peneliti ICW Donal Fariz saat dihubungi, Rabu (11/9/2019).
Donal mengatakan belum ada jamin bila anggota DPRD itu yang menggadaikan SK-nya itu akan membayar cicilannya sendiri. Ia khawatir cicilan di penggadain itu dimanfaatkan para anggota DPRD itu untuk bermain proyek dengan pihak ketiga.
“Apakah itu ketika menggadaikan SK memilih dari pada korupsi, tidak ada jaminan juga. Karena beberapa yang terjadi sangat mungkin juga pihak ketiga yang bayar cicilan dari yang dia pinjam ke bank. Terlihat tidak korupsi tapi ada pihak ketiga yang membayarkan ini metode yang halus. karena belum tentu dia yang bayar cicilan per bulan bisa jadi pihak ketiga yang berhubungan dengan proyek-proyek pemerintah,” ujarnya.
Sebab, menurut Donal dengan modus itu akan lebih sulit untuk diketahui dari pada menerima uang suap secara langsung. Selain itu, Donal menilai cara pembayaranya uang suap dengan modus membayar cicilan SK yang digadaikan dinilai lebih mudah.
“Aku justru curiga apa iya dia yang bayar perbulan kalau nyicil, misalnya nanti anggota dewan yang nyicil kemudian ada kontraktor yang ingin dapat proyek nya, ya sudahlah dari pada menyuap langsung ke tangkap, mending yang nyicil aja dari pada langsung ke tangkap KPK, kalau Rp 100 juta ke tangkap kpk kelihatan, kalau nyicil kan tinggal datang ke ATM transfer per bulan nggak di kasih secara langsung,” tutur Donal.
Sebelumnya diketahui, muncul fenomena dari para anggota dewan, menggadaikan Surat Keputusan (SK) untuk mendapat dana dari bank. Kejadian ini tak hanya muncul di satu daerah saja, melainkan di DPRD yang berlainan daerah.
Menurut Ketua sementara DPRD Ciamis Nanang Permana, anggota legislatif yang menggadaikan SK ke perbankan untuk pinjaman adalah hal yang wajar dan tepat.
Rata-rata mereka membutuhkan uang untuk membayar utang pascakampanye atau untuk merealisasikan janji kampanye yang belum terpenuhi kepada pemilihnya.
“Daripada mencuri uang negara, lebih baik ngutang yang dibayar pakai gaji. Kalau ngutang di perbankan ada asuransinya. Biasanya kalau pinjaman itu kredit untuk 48 bulan lunas,” ucap Nanang.