HeadlineHumaniora

Tujuh Akademisi Bahas Posisi Hukum Keimigrasian dalam Kacamata Hukum Indonesia

116
×

Tujuh Akademisi Bahas Posisi Hukum Keimigrasian dalam Kacamata Hukum Indonesia

Sebarkan artikel ini

WartaDepok.com – Arus migrasi manusia yang semakin tidak terbendung di era globalisasi saat ini menuntut kejelasan posisi hukum keimigrasian dalam kacamata hukum Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Bayu Dwi Anggono, Akademisi sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember yang menjadi Tim Penulis Buku Hukum Keimigrasian: Suatu Pengantar, yang dibedah bersama para Pakar Ilmu Hukum Indonesia dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI sekaligus Guru Besar Hukum Universitas Gajah Mada, Edward Omar Sjarief Hiariej, sebagai Pembicara Kunci pada Kamis (20/1) di Gedung Sentra Mulia, Kuningan-Jakarta.

Hukum Keimigrasian tidak dapat lepas dari aspek hukum tata negara, hukum administrasi, hukum pidana, dan hukum internasional.

Oleh karena itu dalam bedah buku tersebut, empat perspektif hukum tersebut digunakan untuk menyoroti posisi Hukum Keimigrasian.

Sebagai pembicara kunci, Hiariej memberikan saran agar praktik diskresi yang jamak dalam pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian, yang seharusnya tidak berjalan tanpa kejujuran dan kepatutan dalam bertugas (asas bonafiditas), dibahas dalam buku tersebut.

“Perlu dicatat bahwa diskresi ini tidak lepas dari asas bonafiditas yang mutlak harus dimiliki oleh petugas imigrasi. Hal ini menjadi penting untuk dibahas (red: dalam buku ini) karena hukum keimigrasian menganut kebijakan selektif (selective policy)”, ujar Hiariej dalam paparannya

Lebih lanjut Hiariej mengapresiasi prinsip-prinsip hukum keimigrasian yang dibahas secara lengkap dalam buku tersebut yang ditulis oleh para Akademisi Hukum Indonesia seperti Bayu Dwi Anggono; Agus Riewanto; Oce Madril; I Gede Widhiana Suarda; Bayu Dwi Anggono; Jimmy Z. Usfunan; serta Gautama Budi Arundhiati. Dalam bedah buku tersebut, Kepala Program Studi Hukum Keimigrasian Politeknik Imigrasi, M. Alvi Syahrin turut hadir sebagai moderator.

Dari perspektif Hukum Administrasi Negara, Oce Madril menyoroti penggunaan istilah Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK). Menurut Oce, istilah TAK kurang sesuai. Frasa yang benar seharusnya adalah Sanksi Administratif Keimigrasian.

“Kenapa demikian, karena ketika orang asing dideportasi itu artinya yang bersangkutan mendapatkan sanksi administratif keimigrasian. Ini salah satu masukan Saya untuk mengoreksi frasa TAK yang selama ini dipakai oleh Direktorat Jenderal Imigrasi,” jelas Oce.

Secara keseluruhan, Wakil MenkumHAM RI berpendapat buku ini sangat layak dibaca karena mencoba menyoroti fungsi-fungsi keimigrasian dari berbagai latar belakang hukum.

“Buku ini bukan cuma menjadi penambah wawasan hukum bagi petugas imigrasi, tapi juga bisa menjadi pintu perkenalan kepada masyarakat umum mengenai fleksibilitas aturan pelayanan keimigrasian serta jalannya penegakan hukum keimigrasian”, tutup Hiariej.

BACA JUGA:  Prakiraan Cuaca Depok Hari Ini, Jumat 1 November 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *