Oleh: Suryansyah*
WartaDepok.com – Dulu kita kompak mengusir penjajah. Dari aceh hingga Papua. Hingga bangsa ini merdeka.
Sekarang? 75 tahun berlalu. Bung Karno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan. Tiap tahun kita berteriak merdeka.. merdeka…!
Malu rasanya kepada pahlawan bangsa. Mereka pertaruhkan nyawa di medan perang. Dengan bambu runcing, Belanda dipulangkan.
Kini, zaman telah berubah. Warisan kemerdekaan harus dijaga. Bukan lagi melawan penjajah. Tak perlu angkat senjata. Tapi melawan diri sendiri. Minimal merdeka dari tingginya ego kita.
Sudahkah kita merdeka? Saya tak ragu menjawab: belum. Kita masih dijajah virus corona. Musuh yang tak bisa dilihat kasat mata. Tapi merusak semua sendi kehidupan.
Virus ini lebih keji dari penjajah Belanda. Tidak percaya tapi nyata. Ribuan nyawa melayang sia-sia. Ratusan ribu orang tak berdaya. Di bumi ibu pertiwi. Dari Aceh sampai Papua.
Saya bosan dengan himbauan. Dari pemerintah hingga kepala daerah. Hanya retorika. Perekonomian lumpuh. Pengangguran meningkat. Kemiskinan bertambah. Dampaknya kriminalitas tinggi. Itu siklus yang sulit dihindari.
Masyarakat sudah gerah. Gelisah. Hidup menderita. Berapa ribu dari mereka kena PHK. Dampak nyata dari virus corona.
Dana bantuan sosial dari pemerintah malah disalah gunakan. Tidak tepat sasaran. Malah jadi peluang korupsi.
Ratusan kasus diduga terjadi penyelewengan. Mulai dari RT hingga pejabat negara.
Coba tanya pada diri sendiri. Kompakkah kita melawan virus corona?
Saya tak perlu menjawab. Kita lihat apa yang terjadi di lapangan. Hari ini kemerdekaan dimanfaatkan sebagai kereta politik. Pencitraan jelang Pilkada serentak, 9 Desember 2020.
Spanduk pasangan calon tebar pesona. Di arena terbuka yang dijadikan suatu kegiatan. Padahal pendaftaran calon kepala daerah belum dibuka. Masih jauh dari panggang.
Celakanya, foto yang terpampang tidak pakai masker. Padahal wilayah zona merah. Bukan memberi edukasi, malah berbuat seenaknya. Peraturan dibuat. Peraturan dilanggar sendiri.
Kesadaran masyarakat memakai masker pun jadi rendah. Wajar karena pemimpinnya juga tidak mencontohkan yang baik.
Peraturan hanya berlaku untuk masyarakat. Sebaliknya tidak untuk pejabat. Masyarakat harus siap menerima sanksi atau denda jika melanggar. Tidak untuk si pembuat peraturan.
Tradisi lomba 17-san yang dilarang akhirnya diterabas. Di beberapa pemukiman terekam. Ketua lingkungan tak bisa berbuat apa-apa. Masyarakat haus akan hiburan, meski di tengah masa pandemi virus corona.
Sepatutnya momentum hari Kemerdekaan 17 Agustus untuk menggelorakan semangat merdeka dari cengkeraman pandemi Covid-19.
Mari konsisten menerapkan protokol kesehatan. Jaga jarak sosial, pakai masker dan rajin cuci tangan. Jika ini dijaga, niscahya kita akan merdeka dari Covid-19.
*Sekjen Siwo PWI Pusat