WartaDepok.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, sudah menggelar Konferensi Nasional Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Konas Pesisir) sejak 1998.
KKP telah berkontribusi memberikan arah pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan perencanaan pembangunan di berbagai tingkat pemerintahan, serta antara ekosistem darat dan laut.
Penyelenggaraan Konas Pesisir XI di Pontianak dilaksanakan untuk meningkatkan sinergitas pengelolaan pesisir, pulau-pulau kecil dan laut yang terukur dan berkelanjutan untuk ekonomi biru.
Maka dari Kota Khatulistiwa yang telah mengembangkan sistem aliran sungai dan pusat kekuatan muara sungai dalam mensinergikan potensi daratan dan potensi kebaharian.
Oleh karena itu dari 4 Agenda Utama KONAS Pesisir XI di Pontianak, dan ada 18 Side Event, terangkum sebuah Deklarasi pada tanggal 28 November, yang juga disampaikan kepada Pj Gubernur Kalbar, dr.Harisson,M.Kes pada Rabu (29/11) di Kantor Gubernur Kalbar.
Adapun Deklarasi tersebut berisi 13 Point, yaitu:
1. Bahwa untuk menindaklanjuti amanah Deklarasi Djuanda dan visi pembangunan berorientasi laut serta cita-cita Poros Maritim Dunia untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur, dilakukan melalui kebijakan dan peta jalan ekonomi biru;
2. Bahwa pembangunan kekuatan maritim harus ditopang oleh peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas kemaritiman, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati laut, serta pemanfaatan riset dan teknologi;
3. Bahwa pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian penting dari kebijakan dan peta jalan ekonomi biru, untuk melindungi ekosistem dan habitat penting melalui sinergi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bersama masyarakat serta pengelolan efektif kawasan konservasi untuk memastikan keberlanjutan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai penghasil produk untuk memenuhi kebutuhan protein, sumber pendapatan masyarakat pesisir, dan bahan baku industri pengolahan perikanan nasional;
4. Bahwa pengelolaan kawasan pesisir dan laut perlu menghasilkan kegiatan pengusahaan jasa dan produk kelautan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap perekonomian nasional melalui kegiatan utama ekonomi biru meliputi reklamasi, pemanfaatan air laut, pemanfaatan hasil sedimentasi di laut, pengelolaan wisata bahari, produksi garam dan pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam;
5. Bahwa pengusahaan jasa dan produk kelautan dilakukan melalui kolaborasi seluruh pemangku kebijakan yaitu pemerintah, pelaku usaha, akademisi dan masyarakat melalui jejaring tingkat lokal, nasional, regional dan global;
6. Bahwa pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan dapat meningkatkan kontribusi PDB maritim dari 7,6 % pada tahun 2025 menjadi 15 % pada tahun 2045. Untuk itu perlu dilakukan (a) penguatan ekosistem pendukung termasuk sinkronisasi kebijakan hulu dan hilir, (b) tata kelola dan kelembagaan, regulasi pengelolaan sumber daya kelautan, (c) pembiayaan biru (blue financing) yang berkelanjutan sebagai pendanaan inovatif, (d) peningkatan kesehatan laut, ketahanan dan produktivitas sumber daya kemaritiman, serta (e) optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya dan keekonomian pulau-pulau kecil secara berkelanjutan;
7. Bahwa untuk mengoptimalkan pengelolaan pulau-pulau kecil perlu diintesifkan adopsi pulau oleh perguruan tinggi melalui pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan penguatan peran Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan (FP2TPK) Indonesia dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan pengelolaan ruang laut berbasis ekonomi biru;
8 Bahwa Penataan Ruang Laut di Wilayah Perairan yang terintegrasi dengan ruang darat dan Wilayah Yurisdiksi merupakan aspek penting dalam memberikan kepastian hukum serta jaminan berusaha serta investasi pada masyarakat pesisir dan pelaku usaha, sehingga diperlukan Perencanaan Ruang Laut, Pemanfaatan Ruang Laut terkait dengan perizinan, Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut, Pengawasan Ruang Laut dan Pembinaan Ruang Laut yang berbasis data dan informasi ilmiah serta terintegrasi dalam big data kelautan yang mempertimbangkan daya tampung dan daya dukung ekosistem;
9. Bahwa pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim perlu diprioritaskan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil untuk menekan potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim yang mencapai Rp 544 triliun selama periode 2020- 2024 di 319 kabupaten/kota dengan tingkat kerentanan yang sangat tinggi yang sebagian besar berlokasi di pesisir, melalui aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kelautan baik struktural dan non struktural, serta peningkatan kapasitas dan kapabilitas pemangku kepentingan dan masyarakat;
10. Bahwa ekosistem mangrove dan lamun atau yang dikenal sebagai karbon biru / blue carbon, memegang peranan penting dalam pergurangan emisi Gas Ruang Kaca (GRK), sehingga perlu untuk dikelola secara bijaksana dan berkelanjutan tidak hanya untuk kepentingan lingkungan dan keanekaragaman hayati, namun juga untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil
11 Bahwa dalam mendukung perlindungan dan penguatan Masyarakat hukum adat, Masyarakat lokal, dan Masyarakat tradisional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil perlu dilakukan integrasi dan sinergitas program pengakuan komunitas Masyarakat hukum adat dan pemberdayaannya guna mendorong pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berbasis kearifan lokal, serta upaya percepatan fasilitasi Persetujuan KKPRL bagi Masyarakat Lokal dan Masyarakat Tradisional dalam pemanfaatan ruang laut sesuai dengan peraturan perundangan;
12. Bahwa dukungan dari organisasi profesi sebagai mitra strategis pemerintah, sangat diperlukan untuk mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang handal, advokasi dan pendampingan hukum, penguatan kolaborasi dan jejaring kerjasama dalam pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil yang terukur dan berkelanjutan untuk ekonomi biru; dan
13. Bahwa untuk penguatan pengelolaan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dibutuhkan sinergitas pusat dan daerah serta dukungan regulasi yang berpihak pada keberlanjutan pengelolaan ekologi dan ekonomi sejalan dengan prinsip Ekonomi Biru, antara lain Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan Revisi Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.(*)