WartaDepok.com – Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B. Pramesti mengatakan, pengguna Bus Gratis lebih Dari 1.000 orang.
Hal itu dilihat pada Senin (13/07) yang disiapkan 170 unit bus sebagai angkutan alternatif jika terjadi penumpukan penumpang, tercatat hanya 1.112 orang penumpang yang diangkut.
“Jumlah tersebut meliputi dari Bogor (Stasiun Bogor dan Botani Square, Bogor) sebanyak 935orang dan dari Stasiun Cikarang, Bekasi sebanyak 177 orang, ” kata Polana melalui keterangan tertulis yang diterima WartaDepok. com, Selasa (14/7).
Ia mengatakan dari keseluruhan armada yang disiapkan sebanyak 170 unit bus, sebanyak 150 unit disiapkan di Bogor dan 20 unit disiapkan di Stasiun Cikarang, Bekasi.
Hasil pemantauan di Bogor antrean terjadi sejak pukul 05.15 WIB namun semuanya dapat diurai dengan pemanfaatan bus gratis sehingga sekitar pukul 06.30 WIB sudah tidak ada antrean lagi.
Dengan demikian dari 170 unit bus yang disiapkan hanya terpakai77 unit bus yaitu di Bogor 65 unit dan di Stasiun Cikarang, Bekasi 12 unit.
“Bus-bus tersebut disiapkan oleh lintas instansi yaitu Kementerian Perhubungan sebanyak 95 unit bus besar kapasitas 45 orang penumpang dan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sebanyak 75 unit bus sedang kapasitas 30 orang (bus sekolah),” papar dia.
Ia menuturkan, realisasi bus angkutan gratis tersebut sebenarnya tidak berbeda banyak dengan waktu-waktu sebelumnya.
“Pada Senin kemarin disiapkan sebanyak 82 unit bus dengan realisasi penumpang yang diangkut sebanyak 1.145 orang dan bus yang dioperasikan hanya 75 unit, ” kata dia.
Jumlah tersebut sambung Polana, sebagian besar dari Stasiun Bogor yaitu sebanyak 706 orang sedangkan untuk Bekasi dengan keberangkatan Stasiun Tambun dan Stasiun Cikarang sebanyak 166 orang.
Bus yang disiapkan di Tangerang hampir tidak termanfaatkan karena tidak terjadi penumpukan penumpang KRL sehingga hanya mengangkut 2 orang.
Oleh karena itu untuk selanjutnya di Tangerang tidak lagi disiapkan layanan bus gratis ini.
“Ada perbedaan karakteristik pelaju antara Tangerang dan Bogor, Tangerang-Jakarta relatif lebih dekat dan sudah cukup banyak angkutan JR Conn sehingga masyarakat pelaju punya alternatif lain, “ kata Polana.
Meski Pemerintah bekerja keras agar masyarakat dapat bertransportasi secara sehat pada masa adaptasi kebiasaan baru ini, Polana tetap menghimbau agar masyarakat Jabodetabek khususnya lebih bijak bertransportasi.
“Bagaimanapun saat ini kita semua masih menghadapi pandemi, jadi seharusnya timbul kesadaran untuk mengatur diri dalam beraktivitas,” jelas Polana.
Mempertimbangkan kondisi saat ini Polana menyebut seperti ada euphoria di kalangan masyarakat menyambut adaptasi kebiasaan baru, seolah-olah tidak ada lagi ancaman covid-19.
“Kami mengajak masyarakat untuk justru lebih berhati-hati dan waspada karena wabah covid-19 sebenarnya masih berlangsung, dan aktivitas-aktivitas yang semula dihentikan saat PSBB penuh sekarang ini sudah dibolehkan, jadi justru resiko penularan makin tinggi, “ kata Polana.
Oleh karena itu Polana meminta masyarakat untuk memaksa diri membangun kebiasan baru agar mengurangi resiko sebesar mungkin dari penularan covid-19.
“Transportasi pada masa pandemi tidak mungkin dapat melayani masyarakat dengan protokol kesehatan yang memadai jika demand nya masih persis sama dengan sebelum pandemi,” ujar Polana.
Hal ini tidak lain karena kapasitas angkutan harus dikurangi agar dapat menegakkan physical distancing.
Jadi menurut Polana jika sebagian masyarakat ternyata sudah terbiasa bekerja dengan baik dari rumah (Work From Home) tanpa ada hambatan berarti sebaiknya tetap dilanjutkan.
Ataupun jika tetap perlu ke kantor frekuensinya dapat dikurangi misalnya dari semula 5 hari/minggu menjadi cukup 2 hari/minggu dengan pengaturan jadwal.
Demikian pula untuk pekerjaan-pekerjaan yang menuntut datang ke tempat kerja setiap hari, pemilik kerja harus bersedia mengatur jadwal berangkat/pulang pegawainya agar tidak menumpuk pada satu waktu tertentu.
Sampai saat ini sudah cukup banyak ketentuan peraturan yang mengatur soal “demand” ini, mulai dari Peraturan Kepala Daerah, Gugus Tugas Covid-19 hingga Peraturan Menteri, tinggal bagaimana konsistensi pelaksanaannya.
“WHO pernah menyatakan bahwa transportasi menjadi salah satu faktor potensial penularan dan penyebaran covid-19, untuk itu kami berjuang keras agar transportasi komuter di wilayah Jabodetabek terhindar dari hal itu, namun semua itu sulit diwujudkan tanpa partisipasi masyarakat, “ tutup Polana. (wan/WD)