WartaDepok.com – Ketua Komisi A DPRD Kota Depok Hamzah mengatakan pihaknya akan meminta transparansi kepada Wali Kota Depok Mohammad Idris melalui TAPD nya.
Lantaran pihaknya pun mendapat laporan bahwasanya dana oprasional Covid-19 kelurahan (Rp100 juta) dan kecamatan (Rp150 juta) itu dipergunakan untuk honorarium atau pun uang lembur staf kecamatan dan kelurahan.
Besaran honor atau lembur staf kelurahan dan kecamatan Rp1 juta per orang dan honor RW Rp1,2 juta per RW.
Salah satu contoh kasus di kecamatan dan kelurahan Bojongsari.
Padahal, kata Hamzah, anggaran dana operasional Covid-19 kelurahan Rp100 juta dan kecamatan Rp150 juta, itu tidak pernah dibahas di Badan Anggarang antara Pemerintah dan Banggar DPRD.
“Kalau anggaran tidak dibahas berartikan nomenklaturnya itu ilegal?. Saya kan di Banggar juga, dan saya tidak pernah mendengar ada anggaran Rp100 juta untuk kelurahan dan Rp150 juta untuk kecamatan yang dipergunakan untuk uang lembur dan honor, ngga ada!. Dan saya bisa pertanggungjawabkan itu,” kata Hamzah kepada wartawan, Jumat (29/5) .
Ironisnya lagi, dana operasional Covid-19 kelurahan itu tidak menyentuh ke ketua RT. Padahal petugas yang paling letih dilapangan melakukan pendataan hingga pendistribusian bansos ke KPM adalah RT.
“Dampaknya, contoh kasus di Kelurahan Bojongsari Baru, ada sebanyak 13 Ketua RT menyerahkan stempel ke saya karena tidak diperhatikan oleh Pemkot Depok,” cerita Hamzah.
Dijelaskan Politisi Gerindra itu, bahwa rapat Vicon yang pernah dibahas di Banggar dengan TAPD salah satunya adalah honorarium tenaga medis.
Anehnya, anggaran honorarium tenaga medis yang sudah dibahas sampai sekarang malah belum turun.
“Makanya banyak Bidan dan Perawat puskesmas yang lapor ke saya karena honorarium mereka untuk April-Mei 2020 belum juga turun. Mereka ini kan garda terdepan melawan Covid-19 ini?. Yang dibahas belum dicairkan, yang ngga dibahas diem-diem dicairkan. Kan lucu ini Pemerintah Kota Depok,” jelasnya?.
Karena carut-marut dan ketidak transparanan ini, Fraksi Gerindra dan Fraksi PDIP mengajukan secara resmi untuk diadakannya Pansus Covid-19. Agar fungsi pengawasan DPRD berjalan semestinya.
“Kita pengen lembaga pengawasan ini berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Anggaran yang begitu besar kita setujui dan kita sepakati ternyata hasilnya kan tidak sesuai dilapangan,” ujar Hamzah.
Anggaran Covid-19 tahap pertama disetujui dan cair pada Maret 2020 sebesar Rp75 miliar. Dan anggaran Covid-19 tahap kedua cair pada Mei 2020 sebesar Rp119 miliar.
“Dua-duanya usulan Pemkot ke Banggar DPRD itu kita setujui dan sampai hari ini penggunaannya tidak pernah transparan dan terbuka untuk apa saja. Makanya perlu ada Pansus Covid-19,” ungkapnya.(Wan/WD)