WartaDepok.com – Meski harus menghadapi cuaca buruk akibat ledakan pandemi Covid-19 Juni-Juli, dan imbasnya pun masih terasa sampai Agustus 2021, perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh dan berkembang. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III (Juli – September) 2021 di rentang 4% – 5% year on year (yoy). Angka ini lebih rendah dari prediksi awal tahun yakni 4%-5,7% yoy, namun jauh melampaui pesimisme di puncak pandemi.
Bahwa, target awal 4 – 5,7 persen tidak tercapai, hal tersebut bergulir seiring perlambatan aktivitas ekonomi akibat lonjakan pandemi. Pemerintah habis-habisan melakukan pengendalian penyebaran pandemi lewat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang ketat. Toh, tak berarti ekonomi mandek. Gambaran ini disampaikan oleh Menkeu Sri Mulyani pada konferensi pers bertajuk “APBN Kita”, yang digelar secara virtual Kamis (23/9/2021).
Ditambah dengan menggeliatnya perekonomian sepanjang September ini, maka Kemenkeu memproyeksikan ada pertumbuhan yoy, yakni realisasi kuartal III-2021 dibanding kuartal III-2020. Konsumsi rumah tangga tumbuh 2%–2,4% yoy, konsumsi pemerintah minus 0,9% hingga 0,1% yoy, investasi 4,9%–5,4% yoy, ekspor 20%–22,4% yoy, dan impor 24%–25,2% yoy. Keseluruhan tumbuh 4%–5%.
Menkeu Sri Mulyani menambahkan pula, kondisi ekonomi Indonesia relatif lebih baik dibandingkan sejumlah negara lain di Asia Tenggara. Ia mengatakan, dari sisi konsumsi dan produksi dalam negeri, sejauh ini masih bertahan moderat meski dalam kondisi pandemi. Ia juga yakin bahwa pada kuartal IV-2021 pertumbuhan bisa lebih tinggi. Pengendalian pandemi yang disebutnya efektif di kuartal III ini akan membuat ekonomi makin bergairah di kuartal berikutnya.
‘’Di kuartal IV-nya akan lebih baik lagi, tentunya dengan asumsi varian baru maupun klaster aktivitas pendidikan dan ekonomi masih bisa terkendali dengan baik. Sehingga tak perlu menginjak rem lagi,” ujar Menkeu Sri Mulyani. Mengacu pada angka riil kuartal I dan II, serta proyeksi Kuartal III dan IV, ia optimistis pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini akan berkisar di rentang 3,7%–4,5% secara tahunan.
Pertumbuhan Sektoral
Proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun 2021 itu, dari sisi produksi ditandai oleh growth sejumlah sektor. Menteri Keuangan Sri Mulyani merincikan, sektor industri pengolahan pada kurun Januari sampai Agustus 2021 tumbuh positif 12,9% dibandingkan periode yang sama di 2020. Justru, di kurun Januari–Agustus 2020 industri pengolahan terkontraksi 16%. “Industri pengolahan pulihnya luar biasa kuat dari kontraksi 16% tahun lalu dan sekarang positif 12,9%,” ungkapnya.
Sektor perdagangan pada Januari sampai Agustus 2021 tumbuh 16,4%, versus Januari–Agustus 2020 yang juga terkontraksi 16,4%. Sri Mulyani mengatakan, awalnya sektor perdagangan diprediksi akan sulit tumbuh karena ledakan varian virus Delta Covid-19. Akan tetapi, rebound dan recovery sangat kuat.
Pada sektor jasa keuangan dan asuransi masih terkontraksi 2,9% pada Januari sampai Agustus 2021 dibandingkan pada Januari sampai Agustus 2020 yang masih juga tsusut 5,5%. Menkeu Sri Mulyani mengatakan sektor tersebut masih harus berjuang, karena dari tahun lalu masih terkontraksi hingga saat ini.
Untuk sektor konstruksi dan real estate, dari tahun lalu masih juga mengalami terkontraksi. Tercatat dari Januari sampai Agustus 2021 terkontraksi 8,2% dibandingkan Januari sampai Agustus 2020 yang juga terkontraksi 13,9%. Yang menarik, menurut Menkeu sektor konstruksi dan real estate di kuartal II-2021 memang masih terkontraksi 12,1%, tetapi pada bulan Juli 2021 bangkit tumbuh positif 23,8% dan belanjut tumbuh pada Agustus 2021 sebesar 17%.
“Kita harapkan di sektor konstruksi dan real estate ini akan membaik dan akselerasinya akan terjadi di kuartal VI, terangkat kegiatan ekonomi kita, terutama yang didorong APBN , maupun masyarakat itu sendiri,” jelasnya.
Kinerja penerimaan pada sektor informasi dan komunikasi mengalami perbaikan dari Januari sampai Agustus 2021 yang tumbuh 11,7% dibandingkan Januari–Agustus 2020 yang terkontraksi 1,4%. Akan tetapi jika dilihat per Agustus 2021 sektor ini justru terkontraksi 28,3%. Hal ini dikarenakan sektor itu mengalami pergeseran pembayaran dividen yaitu Pajak Penghasilan 26 (PPh 26) pada Juli 2021 yang tahun lalu dibayarkan pada Agustus.
Lebih lanjut, untuk sektor transportasi dan pergudangan pada periode Januari sampai Agustus 2021 sudah mengalami perbaikan yang tumbuh positif 2% dibandingkan era Januari sampai Agustus 2020 yang terkontraksi 10,9%. Jika dilihat per Agustus 2021 saja justru terkontraksi 7,6%. Keterlambatan pemulihan ini disebabkan pada Agustus 2021 terjadi peningkatan restitusi atau penerimaan bruto yang tumbuh 23%.
Untuk sektor pertambangan, periode Januari sampai Agustus 2021 tumbuh positif 8,8% dibanding periode Januari sampai Agustus 2020 yang terkontraksi cukup dalam, 36,5%. Sebaliknya untuk jasa perusahaan, periode Januari–Agustus 2021 masih terkontraksi 3,5% dibandingkan Januari sampai Agustus 2020 yang juga terkontraksi 7,1%.
APBN 2021
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir Agustus 2021 sebesar Rp741,3 triliun, umbuh 9,5% dibandingkan Agustus 2020. Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi ini setara dengan 60,3% dari pagu Rp1.229,59 triliun, dan menunjukkan angka perbaikan seiring dengan level PPKM yang menurun. ‘’Untuk pajak terjadi kenaikan yang cukup baik dengan tumbuh 9,5%,” katanya.
Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai (bea cukai) pada Agustus 2021 tercatat sebesar Rp215 triliun atau tumbuh 30,4% dari kinerja tahun lalu. Realisasi tersebut setara dengan 73,5% dari target pagu sebesar Rp215 triliun. Dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), realisasinya mencapai Rp299,1 triliun, tumbuh 19,6% dibandingkan kinerja periode yang sama tahun lalu, atau setara dengan 93,1% dari target pagu Rp277,7 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, untuk realisasi belanja negara masih tetap kuat, hingga akhir Agustus 2021 telah mencapai Rp1.560,8 triliun atau 56,8% dari pagu Rp2.750 triliun. Belanja tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.087,9 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp472,9 triliun. Dia mengatakan, realisasi TKDD tersebut melanjutkan kontraksi sebesar 15,2%.
Dengan kinerja pendapatan dan belanja negara itu, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, defisit APBN hingga akhir Agustus 2021 telah mencapai Rp383,2 triliun. Defisit itu setara 2,32% terhadap produk domestik bruto (PDB), dan untuk primary balance sendiri, hingga Agustus 2021 sudah mencapai Rp170 triliun.
“Defisit anggaran kita sudah mencapai Rp383,2 triliun atau 2,32% dari Gross Domestic Product (GDP), tapi jangan lupa defisit dalam UU APBN itu 5,7% dari GDP,” ujarnya. Artinya, masih amat terkendali.