WartaDepok.com – Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang kini semakin turun levelnya seiring dengan berhasilnya mengendalian wabah dan semakin massalnya vaksinasi. Dari kondisi itu diharapkan, sektor industri dapat bangkit dan beroperasi penuh.
Kebijakan PPKM Level 4 untuk wilayah Jawa dan Bali akan segera berahir 23 Agustus 2021. Penerapan PPKM Level 4 sebelumnya, yang berlaku sejak 26 Juli–16 Agustus, disebut sudah memberikan dampak positif. Hal itu tecermin dari menurunnya kasus konfirmasi harian, kasus aktif, tingkat kesembuhan, dan persentase tempat tidur untuk perawatan pasien Covid-19.
Pengaruh terhadap kebijakan PPKM tentu sangat dirasakan pelaku industri. Indikator itu terlihat dari aktivitas industri dalam negeri yang agak lesu sepanjang Juli 2021.
Pertanyaannya, bagaimana gambaran mengenai industri manufaktur sepanjang Juli 2021? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari total ekspor sepanjang Juli senilai USD17,70 miliar, kontribusi ekspor industri pengolahan tercatat senilai USD13.56 miliar.
Harus diakui, bila dilihat secara month-to month (m-to-m), periode Juli 2021 terhadap Juni 2021, ekspor sub sektor itu terjadi penurunan 3,63 persen. Namun, bila dilihat secara year-on-year (yoy), periode Juli 2021 terhadap Juli 2020, ekspor subsektor itu melonjak 20,15 persen. Indikator yang juga bisa jadi parameter aktivitas industri sedang menggeliat atau lesu juga bisa terlihat dari aktivitas impor bahan baku atau penolong dan barang modal.
Dari total impor sepanjang Juli 2021 senilai USD15,11 miliar, kontribusi impor bahan baku atau penolong mencapai USD11,42 miliar, turun 12,37 persen secara m-to-m. Sebaliknya bila dilihat secara yoy, terjadi lonjakan yang luar biasa mencapai 54,61 persen.
Artinya, sepanjang tahun ini impor bahan baku/penolong dan barang modal cenderung meningkat. Namun dibandingkan bulan sebelumnya turun cukup lumayan sebesar 12,37 persen. Turunnya impor tersebut mengonfirmasi Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang kembali pada zona kontraksi pada Juli 2021 sebesar 40,1 setelah delapan bulan berturut-turut berada pada teritori ekspansi.
Kendati demikian, pelaku usaha yakin kondisi yang terjadi pada Juli 2021 diyakini akan segera berbalik. Alasannya, telah ada penyesuaian PPKM sehingga sejumlah sektor industri dapat beroperasi penuh. Bagi Kementerian Perindustrian—sebagai pemangku kepentingan dan bertanggung jawab terhadap sektor industri—tentu tetap waspada dengan tren ekspor impor tersebut. Bahkan bisa jadi lebih antisipatif sehingga aktivitas industri tetap berada di jalurnya, terus tumbuh dan berkembang.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau dengan ekstra ketat penerapan protokol kesehatan pada industri yang tergolong sektor esensial, terutama yang berorientasi ekspor dan domestik serta padat karya. Langkah ini guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional secara inklusif.
“Kami sedang melakukan uji coba pemberlakukan aktivitas industri yang tergolong dalam sektor esensial dengan kapasitas penuh atau 100 persen. Selama masa PPKM, sektor industri yang esensial hanya boleh beroperasi 50% dalam satu shift,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (18/8/2021).
Namun demikian, Menperin menegaskan, pemberlakuan aturan ini harus disertai dengan protokol kesehatan yang sangat ketat dan dispilin. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyebaran atau penularan Covid-19.
Aturan tersebut sejalan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 34 tahun 2021 tentang PPKM Level 4, 3, dan 2 Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali.
Protokol Kesehatan
Dalam beleid ini disebutkan, akan dilakukan uji coba protokol kesehatan pada perusahaan-perusahaan yang memiliki orientasi ekspor dan domestik untuk beroperasi dengan kapasitas 100 persen (seratus persen) staf yang dibagi minimal dalam dua shift dengan ketentuan bahwa daftar perusahaan yang mengikuti uji coba ini ditentukan oleh Kemenperin.
Berikutnya, perusahaan dan para karyawannya wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi untuk melakukan skrining terhadap orang yang keluar masuk pada fasilitas produksi perusahaan. Seluruh perusahaan yang mengikuti uji coba ini wajib mengikuti acuan protokol kesehatan yang ditentukan oleh Kemenperin dan Kementerian Kesehatan.
Selanjutnya, Kemenperin dan jajaran pemerintahan daerah agar dapat melakukan melakukan pengawasan atas implementasi uji coba ini. Di samping itu, pelaksanaan uji coba disesuaikan dengan Surat Edaran Menteri Perindustrian nomor 3 tahun 2021 tentang Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) pada Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.
“SE Menperin ini mendorong upaya-upaya pencegahan dan penanganan Covid-19 di lingkungan perusahaan,” ujar Menperin.
Adapun beberapa kriteria bagi industri esensial yang dapat melakukan aturan uji coba ini, antara lain, memiliki IOMKI aktif, merupakan perusahaan dengan jenis industri esensial berorientasi ekspor atau domestik serta bagian dari rantai pasok, berada dalam wilayah berstatus PPKM Level 4, berkomitmen melaksanakan protokol kesehatan sesuai SE Menperin 3/2021, dan diprioritaskan bagi industri yang telah melaksanakan program vaksinasi.
“Sementara itu, syaratnya memiliki IOMKI untuk setiap lokasi pabrik dan melaporkan IOMKI dengan rutin. Serta untuk yang belum memiliki aplikasi, bersedia menggunakan aplikasi PeduliLindungi,” sebut Agus.
Untuk di wilayah Pulau Jawa, terdapat 268 perusahaan yang mengikuti uji coba ini, dengan total pekerja mencapai 448.505 orang. “Jumlah tenaga kerja yang sudah divaksin tahap pertama sebanyak 310.780 (69 persen) dan pekerja yang sudah divaksin tahap kedua sebanyak 66.342 (21 persen),” imbuhnya.
Menperin menyatakan, apabila uji coba ini berhasil dilaksanakan dengan baik dan tidak terjadi kasus positif Covid-19, pihaknya akan membuka semua sektor industri di Jawa-Bali, agar dapat beroperasi kembali. “Jadi, aktivitas produksi di sektor industri dapat optimal lagi, sehingga memacu pemulihan ekonomi nasional,” jelasnya.
Pada triwulan II-2021, menurut data Kemenperin, kinerja industri pengolahan nonmigas telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7,07 persen. Bahkan, di tengah dampak pandemi Covid-19, sektor manufaktur menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi nasional tertinggi, yaitu sebesar 1,35 persen.
Selain itu, berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 17,34 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya. Dan menghadapi triwulan III hingga akhir tahun 2021, pelaku industri tetap optimistis kinerja sektor manufaktur kemungkinan besar segera pulih. Hal tersebut akan menjadi angin segar bagi roda perekonomian di dalam negeri, termasuk sektor perdagangan.
Harus diakui, adanya restriksi tentu memberikan pengaruh terhadap geliat sektor manufaktur. Oleh karena itu, kebijakan relaksasi pemerintah otomatis akan kembali memulihkan sektor sektor itu, termasuk lapangan pekerjaannya.
Faktor lain yang juga harus menjadi perhatian pelaku industri adalah bagaimana faktor kesehatan tetap terjaga. Pelonggaran di hulu sektor manufaktur perlu didukung dengan langkah antisipasi, yakni vaksinasi pekerja.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah pun didorong untuk memprioritaskan program vaksinasi di sektor manufaktur. Kendati, tak dipungkiri, beberapa sektor manufaktur masih akan terganggu akibat lemahnya permintaan pasar.