Humaniora

Pakar: Revisi UU KPK Memang Perlu, tapi Tak Mendesak

24
×

Pakar: Revisi UU KPK Memang Perlu, tapi Tak Mendesak

Sebarkan artikel ini

WartaDepok.com – Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) sudah disahkan oleh DPR dan Pemerintah. Namun, hal itu dinilai terburu-buru oleh Ahli Hukum Pidana dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Gandjar Laksamana Bonaprapta.

Menurut dia, masih banyak undang-undang yang mendesak yang belum disahkan di DPR, tentunya ini membuat dirinya mempertanyakan hal itu.

“Undang-undang lain lebih mendesak. Kenapa tiba-tiba UU KPK (direvisi), jadi ada apa? Saya melihat prosesnya yang ngebut,” kata Gandjar di Universitas Indonesia, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (18/9/2019).

Diakuinya, Undang-undang KPK memang memerlukan perbaikan.

Tetapi, kebutuhan itu tak begitu mendesak sehingga harus diselesaikan di sisa masa jabatan DPR yang kurang dari satu bulan lagi.

“Sementara dengan desain UU lama jalan kok, jadi sebetulnya apa kebutuhannya?,” kata dia mempertanyakan.

Gandjar menyayangkan proses revisi ini dalam pembahasannya juga tak melibatkan masyarakat dengan tidak adanya proses uji publik.

Namun sudah revisi undang-undang itu sudah disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).

“Pengesahan Undang-undang KPK ini merupakan revisi atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Perjalanan revisi ini berjalan sangat singkat,” ujarnya.

“Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019. Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan,” pungkasnya.

Hal sama juga dikatakan, ketua ILUNI FH UI Ashoya Ratam Quotationnya, pengesahan rancangan perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi cukup kilat.

Ia menghitung proses prosesnya dalam dua pekan ini, membuat khalayak akademisi, mahasiswa, masyarakat pada umumnya tersentak.

“Kami tersentak sebagai akademis. Bahwa Tindak Pidana Korupsi sebagai Kejahatan yang luar biasa  memerlukan penanganannya juga harus luar biasa, ” kata dia.

Sebab jelas dia,  berdirinya komisi khusus dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan UU no 30/2002  adalah sebagai  lembaga yang independen ,  dapat melakukan pencegahan dan penindakan Tindak Pidana Korupsi bebas dari keterikatan pihak manapun dan siapapun.

Maka dari itu,  ILUNI FHUI meminta itikad baik dari stakeholder terkhusus Pemerintah dan DPR RI untuk terciptanya efektifitas pemberantasan korupsi dan mempertahankan lembaga KPK.

“Iya dengan segala kewenangannya disertai dengan pertanggungjawaban lembaga publik yang transparan dan akuntabel sesuai mekanisme yang berlaku,” jelas dia.

Lalu sambung dia, terhadap pembentukan Dewan Pengawas KPK yang anggotanya diangkat dan ditetapkan oleh Presiden dengan persyaratan dan kriteria yang tertuang dalam Perubahan Kedua UU 30/2002.

Di mana  yang memiliki tugas pengawasan, menetapkan kode etika,  hingga memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan atau atas tindakan pro justicia, mutlak dilakukan dengan bertanggungjawab dan tidak menghambat ruang gerak KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

“ILUNI FHUI tetap mendorong lembaga KPK yang akan menjalankan amanah undang-undang tersebut melaksanakan tugasnya dengan penuh integritas,” kata dia.

ILUNI FHUI tambahnya, akan selalu memberikan masukan dan pengawalan publik kepada KPK sebagai suatu lembaga yang dicintai masyarakat agar tetap kuat.

“Hak partisipasi publik tidak boleh dihilangkan dalam

memberi masukan didalam penyusunan suatu peraturan perundang-perindangan, termasuk Hak Publik untuk mengontrol perilaku para pengambil keputusan,” pungkasnya.

BACA JUGA:  Polrestro Depok Buka Penitipan Motor Gratis Bagi Pemudik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *