WartaDepok.com – Agama sejatinya menjadi sumber kedamaian, inspirasi kemajuan dan kesejahteraan. Didakwahkan dengan jalan yang santun, saling menghargai dan meneduhkan, adalah cara terbaik yang harus dilakukan.
Hal itu menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi webinar bertajuk “Gaduh Politisasi Agama”.
Moya Institute dan Organisasi Ikatan Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia.
Ketua Umum Nahdhatul Wathan Dr. TGB Zainul Majdi, Lc, MA mengaku tetap optimis dengan dinamika politik terjadi saat ini.
Pasalnya, Mainstream kehidupan beragama umat Islam di Indonesia adalah moderat. Menurutnya, jika ada salah satu elemen masyarakat yang ingin membawa Islam ke arah “kanan atau kiri” maka akan hancur.
Pasalnya, politik bangsa Indonesia adalah moderat. “Yang diperlukan adaalah membawa nilai agama universal untuk dimasukkan dalam etika bernegara.
Ajaran agama yang ideal harus diolah menjadi politik Negara yang membawa kemaslahatan umat. Perlu objektifikasi nilai agama dalam birokrasi Negara,”ujar Ketua Umum OIAA Indonesia seusai menjadi narasumber di webinar.
Hal senada diutarakan Ulama muda NU KH. Cholil Muhammad Nafis, Ph.D.
Menurutnya, agama harus selaras dengan Negara. Ia menambahkan, agama tidak boleh terlalu jauh mencampuri urusan Negara.
Pasalnya, dalam menjalankan Negara memiliki aturan dan begitu pula sebaliknya. “Ada politik keadaban ketika Agama dan Negara berjalan beriringan. Keduanya saling melengkapi dan berkolaborasi. Bagaimana menjaga agama dan menciptakan kesejahteraan masyarakat,”terang Komisi Fatwa MUI ini.
Sementara itu, tokoh Muhammadiyah Dr. Imam Addaruquthni mengungkapkan perlunya harmonisasi antara agama dan Demokrasi. Ia menambahkan, bahwa pendiri bangsa telah meletakkan dasar dalam bernegara.
“Bangsa Indonesia ini sebagai demokrasi gotong royong. Artinya, tidak bisa diselesaikan melalui kekuasaan, legitimate secara bersama ini. Ini adalah keunikan bangsa Indonesia dalam menjalankan Negara,”terangnya.
Wakil Direktur ICIS KH. Khariri Makmun, Lc, MA mengungkapkan perlunya mewaspadai politisasi agama. Pasalnya, dalam beberapa kasus bisa menimbulkan perpecahan, perang saudara, kehancuran dan lainnya.
“Politisasi agama perlu dihindari, karena dampaknya menjadi ancaman bagi keberlangsungan Bangsa. Menempatkan agama dan Bangsa berjalan berdampingan dalam membangun kemajuan Negara,”ujar Pengasuh Pesantren Algebra Internasional ini.
Dalam kesempatan tersebut Direktur Moya Institute Hery Sucipto sebagai Host dalam acara Webinar.
Menurutnya, tidak jarang agama digunakan untuk kepentingan politik tertentu. Bahkan, lanjutnya, nilai yang sakral berubah menjadi bias, memicu munculnya kegaduhan bahkan konflik horisontal.
“Politisasi agama di Indonesia pun kerap terjadi, khususnya menjelang pesta demokrasi (pilpres, pileg dan pemilukada).
Tak ketinggalan, fenomena pulangnya pemimpin FPI Habib Rizik Shihab, membangkitkan sentimen agama, politik identitas dan konservatifme. Ini menjadi bahasan tema dalam webinar ini,”tandasnya.