Humaniora

Rancangan KUHP: Hubungan Intim Tapi Ingkar Janji Menikah, Bisa Dipidana!

42
×

Rancangan KUHP: Hubungan Intim Tapi Ingkar Janji Menikah, Bisa Dipidana!

Sebarkan artikel ini
ilustrasi/pixabay

WartaDepok.com – Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) telah menyelesaikan pembahasan RKUHP pada Minggu (15/9) malam. RKUHP akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan pada 24 September 2019.

Salah satu pasal yang dibahas dalam RUKHP tersebut adalah pasal perzinaan yang terbagi di pasal 417, 418, 419, dan 420.

Pasal 417 RKUHP mengatur ancaman tindak pidana selama satu tahun terhadap orang yang melakukan seks di luar hubungan pernikahan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya bisa terancam pidana karena perzinaan.

“Terancam pidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II,” demikian bunyi pasal 147 ayat 1 dalam RKUHP.

Tindak pidana tersebut bisa dilakukan penuntutan jika ada pengaduan dari suami, istri, orang tua, atau anak dari pelaku. Namun, pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Sementara itu, pada pasal 418 RKUHP, mengatur ancaman pidana selama empat tahun bagi orang yang melakukan hubungan seks dengan wanita dan memberikan ‘harapan palsu’ atau iming-iming akan dinikahi.

“Laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut karena janji akan dikawini, kemudian mengingkari janji tersebut karena tipu muslihat yang lain dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak kategori III,” bunyi pasal 148 ayat 1 RKUHP.

Namun, jika hubungan seks tersebut bisa mengakibatkan kehamilan dan laki-laki tersebut tidak bersedia mengawini atau ada halangan untuk kawin, maka berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan, pelaku bisa terancam dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Kategori IV.

Selain itu, pada pasal 419 RUKHP, mengatur ancaman pidana terhadap orang yang melakukan kumpul kebo atau tinggal serumah tanpa adanya ikatan pernikahan.

“Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II,” bunyi pasal 419 ayat 1 RKUHP.

Tindak pidana untuk pelaku kumpul kebo bisa dilakukan jika ada penuntutan atau pengaduan dari suami, istri, orang tua atau anaknya. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Terakhir, pada Pasal 420 RKUHP, mengatur ancaman pidana dua belas tahun bagi pelaku hubungan seks dengan saudara sedarah atau yang dikenal dengan incest.

“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau ke samping sampai derajat ketiga dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun,” demikian bunyi pasal 420 RKUHP.

Sebelumnya, beberapa pihak mengkritik pemerintah yang memiliki mental penjajah karena berusaha membangkitkan pasal-pasal antidemokrasi dalam RKUHP.

Salah satu pasal yang disoroti adalah pasal 223 dan 224 soal larangan penyerangan terhadap harkat martabat presiden dan wakil presiden. Dua pasal itu mengancam orang yang menghina presiden dengan hukuman maksimal 3,5 tahun dan 4,5 tahun penjara.

Selain pasal penghinaan presiden, sejumlah kelompok sipil juga menyoroti pasal-pasal yang memidanakan makar, seperti pasal 195, 196, dan197. Berkaca dari peristiwa reformasi 1998 dan akhir-akhir ini, pasal itu hanya akan jadi bentuk antidemokrasi pemerintah.

Pasal pemidanaan terhadap penodaan agama dalam RKUHP juga ikut dikritik. Negara dinilai tidak berhak mengatur keyakinan yang jadi wilayah privasi warga negara.

BACA JUGA:  Puluhan PPKS Ikuti Pelatihan dan Keterampilan Perbengkelan

Aturan soal penodaan agama tercantum dalam Pasal 313 RKUHP. Di sana diatur setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar, atau memperdengarkan suatu rekaman, termasuk menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penistaan terhadap agama diancam penjara maksimal lima tahun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *