WartaDepok.com – Salah seorang warga negara Indonesia yang dinyatakan positif Covid-19 mengaku sangat tertekan atas percakapan tentang dirinya di media sosial dan pemberitaan di media.
Ia memutuskan untuk tidak membaca ataupun menonton siaran televisi yang memberitakan perihal dirinya.
”Saya stres. Konon beritanya heboh, rumah saya diberi police line, disemprot disinfektan, saya diisolasi, tetapi tidak diberi tahu secara resmi,” kata sang pasien.
Melalui saluran telepon, Kompasmewawancarai sang pasien yang sedang di ruang isolasi Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta, Selasa (3/3/2020) siang. Kompas menyebut narasumber sebagai pasien, tanpa identitas, untuk menghormati hak pribadinya sebagai pasien yang dinyatakan positif Covid-19.
Berikut petikan wawancaranya:
Kompas: Apa kabar?
Pasien: Saya baik-baik saja….
Pasien: Saya mulai meriang 21 Februari (2020) saat latihan menari. Lalu, saat pentas tari tanggal 23 Februari agak mudah lelah. Ada batuk-batuk kecil.
Hari Senin saya cek, suhu badan sampai 38 (derajat celsius). Gejala ini, kok, makin menguat pada hari Selasa dan Rabunya, gitu.
Kompas: Apa sempat periksa ke dokter sesudah demam itu?
Pasien: Baru ke RS di Depok itu, Kamis, 27 Februari, bareng anak saya. Nah, ini ceritanya lain lagi. Anak saya itu tanggal 14 Februari jadi host di Kemang. Kebetulan, saat acara ada seorang perempuan warga Jepang.
Kompas: Warga negara Jepang itu teman?
Pasien: Anak saya tidak kenal. Sehabis acara itu, besoknya, anak saya menggigil seperti demam. Sempat periksa bolak-balik ke dokter, enggak sembuh juga. Sampai akhirnya kami berdua memeriksakan diri ke RS di Depok itu.
Saya didiagnosis tifus dan anak saya bronkitis pneumonia. Saat itu juga dokter meminta kami untuk opname. Kami sempat satu ruangan walau kemudian minta dipisah.
Pasien: Teman anak saya lalu cerita kepada anak saya bahwa warga Jepang yang hadir di Kemang itu dinyatakan positif korona di Malaysia. Nah, atas inisiatif saya, kami minta kepada dokter untuk dilakukan tes virus korona saja. Terus terang kami khawatir terhadap diri kami.
Atas inisiatif saya, kami meminta kepada dokter untuk dilakukan tes virus korona saja.
Kompas: Apa kemudian yang dilakukan dokter?
Pasien: Tahu-tahu, tanpa pemberitahuan apa pun, kami dipindahkan kemari (maksudnya RSPI Sulianti Saroso) pada hari Sabtu, 29 Februari malam hari. Sampai di sini (rumah sakit) jam 2 pagi. Jadi kami diisolasi.
Kompas: Apakah kemudian ada pemberitahuan Anda positif Covid-19?
Pasien: Enggak ada. Sampai kemudian heboh kemarin itu… (Senin, 2 Maret
2020, Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan dua WNI positif Covid-19).
Nah, karena telanjur heboh, saya tanya ke dokter yang merujuk ke sini, dia bilang bahwa saya dan anak saya positif korona sambil bilang enggak apa-apa semua sudah ditangani kok….
Pasien: Saya tertekan walau bukan karena sakitnya. (Saya) sampai sekarang baik-baik saja, buktinya bisa teleponan walau masih batuk-batuk kecil.…
Saya tertekan karena pemberitaan yang menstigma saya dan anak saya. Kasihan, kan, foto-fotonya diekspos kayak gitu. Ini, kan, bikin heboh.
Saya tertekan karena pemberitaan yang menstigma saya
Kompas: Sekarang anak ibu diisolasi juga?
Pasien: Ya, di RS yang sama, tapi kamar berbeda.
Kompas: Apa dokter rutin melakukan pemantauan?
Pasien: Seingat saya baru datang dua kali dengan perawat.
Kompas: Anda tahu diberi obat apa?
Pasien: Tidak diberi obat minum, cuma diinfus saja.
Kompas: Kondisi hari ini gimana, Bu?
Pasien: Saya baik-baik, bisa beraktivitas di ruangan walau masih diinfus.
Kadang masih batuk-batuk kecil.
Kompas : Suhu tubuh terakhir tercatat berapa?
Pasien: Antara 36-37 derajat kok…Udah dulu ya. Doakan saja saya sehat.…
Kompas: Akan berapa lama diisolasi?
Pasien: Nah itu enggak tahu, tidak ada pemberitahuan.
Kompas: Baik, kami doakan segera pulih seperti semula.…
Pasien: Salam buat teman-teman Kompas….
Catatan redaksi:
Berdasarkan penelusuran arsip harian Kompas, lebih dari 60 kali keseharian, aktivitas, dan prestasi pasien pernah diberitakan Kompas. Pasien juga beberapa kali menulis artikel untuk harian Kompasdalam hal kesenian dan kebudayaan bahkan sejak tahun 1990-an. (kompas)