WartaDepok.com – Wakil Ketua DPRD Kota Depok Hendrik Tangke Allo (HTA) prihatin dengan kasus pemberian obat kedaluwarsa (expired) kepada pasien di puskesmas Depok. Hendrik menyebut hal tersebut merupakan merupakan tindakan malpraktek.
Hendrik tak habis pikir ketika petugas puskesmas yang paham tentang kesehatan dan obat-obatan kemudian memberikan obat kadaluarsa kepada pasien.
“Yang memberikan obat kedaluawarsa adalah orang-orang puskesmas yang paham tentang kesehatan termasuk obat-obatnya. Maka ketika itu diberikan kepada pasien dan di konsumsi dan menimbulkan efek yang nggak bagus bagi kesehatan, saya tegaskan itu adalah malpraktek,” ujar Hendrik , Rabu (02/10).
Ketika ada obat-obatan kedaluwarsa yang beredar di puskesmas-puskesmas, ini merupakan keteledoran yang luar biasa. Dan dari temuan ini sudah terjadi kesalahan SOP dari pihak puskesmas.
“Kan ada SOP memberi obat kepada pasien. Ini pasti ngga dijalankan,” katanya.
Hendrik meminta kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok agar menarik seluruh obat yang beredar di puskesmas-puskesmas. Untuk selanjutnya diperiksa guna memastikan kejadian serupa tidak terjadi lagi.
“Dinkes Depok harus turun, tarik semua obat dari puskesmas dan berikan yang baru. Siapa tahu obat-obat kadaluarsa masih ada beredar, ini bahaya, ngga main-main,” ungkapnya.
Dia berharap, warga yang sudah terlanjur menerima dan mengkonsumsi obat kedaluarsa ini segera pulih.
Seperti diketahui, pada 11 September 2019 ada temuan seorang Korban bernama Nur Istiqomah (50) warga Villa Pertiwi, Kecamatan Cilodong, Kota Depok mendapat obat kadaluarsa dari Puskesmas Cilodong. Korban di diagnosa mengalami penyakit paru-paru basah dan harus mengonsumsi obat suntik secara rutin.
Sejak awal Isti mengonsumsi obat yang rutin diterimanya dari puskesmas itu tidak pernah merasa gejala apapun. Tetapi setelah menyuntikkan obat dari kunjungan terakhir Isti merasakan gejala mual dan pusing.
Isti diketahui telah menkonsumsi obat kadaluarsa setelah kembali berobat di klinik dekat rumahnya.
“Saya datang ke klinik dan menjelaskan gejala mual dan pusing yang saya alami setelah suntik obat ini. Terus dokter minta obat yang dikonsumsi untuk lihat botolnya. Tenyata tanggalnya sudah lewat, dokter angkat tangan enggak mau nyuntik ke saya, sementara saya harus rutin setiap hari gak boleh putus suntik obat itu,” kata Isti pekan lalu.
Kemudian kasus obat kedaluwarsa lainnnya, terjadi di Puskesmas Kecamatan Beji, Kota Depok pada 07 September 2019.
Puskesmas Beji memberikan obat dan salep dewasa kedaluwarsa kepada pasien bayi berinisial MI, anak dari Ibu Nining, warga Kelurahan Beji, RT08/RW13.
Untungnya, Nining belum sempat memberikan obat sirup kedaluwarsa itu kepada anaknya karena masih menghabiskan obat sebelumnya. Sehingga dia masih ada kesempatan untuk memeriksa ulang kadaluarsa obat tersebut.
Dan betapa bersyukurnya Nining karena belum memberikan obat itu kepada anaknya setelah mendapati bahwa obat itu ternyata sudah kaduluarsa.
“Pada waktu di puskesmas, saya ambil obat dan langsung pulang dan saya tidak periksa kedaluwarsanya. Untungnya belum minum, masih minum obat yang lama bayi saya. Nah pada saat tiga hari kan obat yang lama habis, akhirnya saya mau memberikan obat yang baru dari puskesmas. Eh pas saya periksa obatnya ternyata kadaluarsa,” tuturnya.
Sebelumnya Nining juga mendapat obat saleb untuk kulit kepala bayinya karena gatal-gatal di puskesmas yang sama. Ternyata setelah diberi beberapa kali gatal-gatal dikepala bayinya tak kunjung sembuh.
“Saya pergi ke dokter spesialis di daerah Beji Timur untuk mencari solusi alternatif. Di dokter spesialis ditanya sama dokter udah dikasih obat apa aja? kemudian saya menyodorkan obat yang dari puskesmas. Dokter spesialis kaget, ini obat untuk dewasa,” cerita Nining.
Setelah mencuat kasus obat kadaluarsa di puskesmas Cilodong dan di Beji di media sosial, ternyata banyak masyarakat lainnya yang mengalami hal yang sama. Namun enggan mengekspos kasus tersebut.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Novarita mengakui jika sebelumnya pengawasan obat-obatan kurang intensif di puskesmas-puskesmas. Namun pasca kejadian temuan obat kadaluarsa di Villa Pertiwi, pihaknya lalu mengintensifkan pengawasan.
“Setelah kejadian di Villa Pertiwi kita lebih intensifkan pengawasan obat di puskesmaa. Setiap bulan kita lakukan pemeriksaan obat-obat kadaluarsa untuk disingkirkan,” kata Novarita.
Lalu, terkait salah pemberian saleb dewasa kepada bayi di Puskesmas Beji tersebut, Nova mengatakan dirinya telah berkonsultasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Saya sudah minta opini dari dokter spesialisnya IDI kalau diagnosa penyakit seperti ini obatnya apa,” katanya.(Wan/WD)