Kota Kembang

Banjir dan Longsor di Depok, Anggota Komisi C Ingatkan Pemkot Soal Ini

83
×

Banjir dan Longsor di Depok, Anggota Komisi C Ingatkan Pemkot Soal Ini

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi C DPRD Depok Sri Utami dari Fraksi PKS. (Istimewa)

WartaDepok.com – Peristiwa banjir dan tanah longsor di sejumlah daerah khususnya di Kota Depok di awal musim penghujan ini.

Anggota Komisi C DPRD Depok Sri Utami mengingatkan Pemerintah Kota Depok untuk menyelesaikan beberapa masalah prioritas yang menimbulkan banjir saat musim hujan.

“Pergantian tahun 2020 mencatat sejarah muram terjadi musibah banjir dan longsor yang melanda Jabodetabek, tak terkecuali Depok. Meski Depok masih jauh titik banjir dan longsor serta korban jiwa. Tapi, Depok juga mencatat keprihatinan sejumlah wilayah terendam banjir, beberpa titik terjadi longsor dan memakan korban jiwa tiga orang, ” kata Sri Utami, Senin (6/1/2020).

Catatan pertama kata Sri Utami, soal alih fungsi lahan di hulu dan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) .

Di mana di wilayah hulu banyak yang berahli dari tanaman multikultur menjadi monokultur, bahkan kata dia, juga ada berahli fungsi lahan menjadi hunian.

“Hal ini menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk meresapkan air, akibatnya terjadi aliran permukaan yang terkonsolidasi ke sungai sungai, ” tutur Sri Utami.

Maka itu, Pemerintah Kota Depok untuk menyuarakan hal tersebut ke Pemerintah Pusat. Agar lebih bersungguh untuk mengkoordinasian wilayah tersebut agar kembali menghutankan wilayah hulu.

“Selain itu rencana pembangunan waduk Ciawi, agar secepatnya bisa direalisasikan, ” ucap Sri.

Kedua peristiwa bencana banjir dan longsor di Depok sendiri juga terjadi karena ada alih fungsi lahan.

Sebab, permintaan hunian yang tinggi dan pembangunan yang tidak mengindahkan prinsip ramah lingkungan.

“Depok ini telah memiliki sejumlah Perda yang mengamanahkan hal tersebut. Seperti Perda Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pedoman Perlindungan Pengelolaan Lahan dan Perda Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Kota Hijau, ” jelas Sri Utami.

Beberpa hal yang menjadi catatan yang dapat dimasukkan ke dalam perencanaan karena bertepatan dengan awal tahun anggaran adalah sebagai berikut :

1. Perlunya komitmen dan keberanian dalam menganggarkan belanja Ruang Terbuka Hijau (RTH) lebih signifikan dari tahun ke tahun serta meminta komitmen swasta dan masyarak terhadap amanah UU 26 Tahun 2007 tentang RTH sebesar 30 persen dapat terpenuhi.

Semakin luas RTH, maka akan semakin luas pula penampang tanah yg siap menyerap air hujan agar masuk kembali ke dalam tanah. Selain itu Pemda Depok perlu meminta dukungan dari pemerintah pusat, propinsi dan pemprov DKI untuk hal ini.

2. Penerapan infrastruktur ramah lingkungan, dimana tebingan sungai, setu dan selokan tidak dibeton agar dapat membantu penyerapan air disepanjang lintasannya.

Konsep pembangunan taman taman kota hendaknya tidak dengan semen tetapi dengan paving blok yang mudah meresapkan air.

Demikian juga jalan drainase di lingkungan perkampungan agar tidak dibeton tetapi paving blok.

3. Membangun sistem drainase air hujan tidak secara horizontal tetapi secara vertikal dalam bentik sumur imbuhan dan sumur resapan, hal ini agar air hujan tidak terkonsolidasi semuanya ke sungai Ciliwung.

4. Melakukan gerakan masyarakat secara masif dan simultan untuk melakukan pembebasn tutupan lahan. Setiap rumah agar diarahkan memiliki semangat zero run off.

Yakni memasukkan kembali air hujan yang jatuh di genting kembali ke dalam tanah dengan cara mengurangi tutupan halaman, membuat sumur resapan dan biopori serta menanam pohon.

Gerakan penyadaran ini dikoordinir oleh lurah dengan melibatkan LPM, ketua RW, RT dan melibatkan kader PKK.

Diharapkan gerakan ini akan selain mencegah banjir juga merupakan upaya menabung air agar tidak terjadi kekeringan di musim kemarau.

BACA JUGA:  Tok! DPRD dan Pemkot Depok Setujui KUA dan PPAS Tahun Anggaran 2025

5. Terakhir adalah gerakan 3R terhadap sampah. Sampah menjadi penyebab banjir karena ketidak disiplinan warga dalam membuang sampah. Ini tidak melulu dilakukan oleh warga setempat tetapi juga masyarakat di daerah hulu.

Perubahan lifestyle dan kemasan makanan turut memberikan sumbangan besarnya volume sampah yang mengalir bersama banjir.

Untuk itu perlu ketegasan penegakan aturan penggunakan kemasan makanan berbahan stirofoam, mika dan produk sejenis yang sulit diurai alam.

Selain itu komitmen pelayanan pengangkutan sampah yang harus ditingkatkan, sehingga masyarakat tidak ada yang tidak terlayani dan pada akhirnya membuang sampah secara sembarangan.

Semoga dengan disain pembangunan yang ramah lingkungan bencana banjir dapat diminimalisir. Hujan yangg sebenarmya merupakan rahmat tidak berubah menjadi musibah. (Wan/WD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *