WartaDepok.com – Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlaku di sejumlah wilayah di Jawa Barat dinilai belum efektif untuk menekan laju penyebaran wabah virus corona.
DPRD Jawa Barat mengumumkan hasil kajian mereka tentang kebijakan PSBB. Ada beberapa indikator yang penyebab kebijakan itu tak efektif dan cenderung kacau-balau, bahakn banyak warga tidak memahami ketentuan-ketentuannya.
Menurut Ketua Komisi IV DPRD Jawa Barat Imam Budi Hartono, pemerintah seperti asyik dengan program mengatasi dari dua sudut saja, yaitu kesehatan dan masalah sosial. Akibatnya, masyarakat tidak berfokus pada PSBB dan berpaling ke masalah ekonomo karena sudah tak berpenghasilan.
Pemerintah, katanya, juga belum mampu memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat. Bantuan sosial (bansos), baik dari pusat maupun dari provinsi, masih terbentur masalah data maupun masalah keuangan.
“Wabah Covid-19 ini memperlihatkan data penduduk yang karut-marut. Persoalan seakan tak habisnya dikelola secara baik. Mulai dari data pemilih dalam pemilu, sampai kini ketidakberesan terjadi,” ujarnya.
Imam juga mempertanyakan masih banyaknya warga yang ingin mendapat bantuan, tapi yang dapat malah orang yang sudah wafat dan bahkan dalam beberapa kasus tak ditemukan alamat penerima bantuan.
“Penantian panjang warga, para RT/RW dan kepala desa atas data warga yang telah disetorkan ke wali kota atau gubernur tak kunjung datang. Ada datang hanya terlalu sedikit 3 KK dalam 1 RW atau RT, sehingga membuat beberapa kades menolak khawatir rusuh jika dibagikan karena lebih banyak yang tidak dapat padahal kriterianya masuk dalam kategori penerima bansos,” katanya.
Jika ditelusuri lebih jauh ternyata ada faktor keuangan daerah yang tidak siap. Pandemi Covid-19 akan banyak menurunkan pendapatan daerah. Pada bulan April saja, Jawa Barat hampir Rp9 triliun Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan hilang.
Bahkan, semua yang direncanakan berkemungkinan tak terwujud walau kebijakan memotong anggaran proyek-proyek fisik dialihkan untuk Covid-19. Sebab itu belum bisa menutupi untuk bansos.
Persoalan lainnya yang adalah tidak serentaknya waktu pelaksanaan PSBB di Jawa Barat. Imam mencontohkan, Bogor, Depok, dan Bekasi melaksanakan PSBB pada pertengahan April, sedangkan Bandung Raya akhir April. Sekarang akan dilaksanakan seluruh Jawa Barat. “Masyarakat makin lelah dengan semakin tak jelasnya waktu PSBB.”
Situasi itu terjadi karena faktor kepemimpinan yang tak tegas membuat peraturan yang berujung ketidakberhasilan sebuah program. PSBB tidak serempak padahal mobilitas warga Jawa Barat-DKI Jakarta sangat tinggi.
Mengenai check point, berdasarkan hasil evaluasi pantauan DPR di beberapa titik, menunjukan sejumlah permasalahan, di antaranya, masih banyak warga yang tak menggunakan masker, aturan untuk penumpang sepeda motor dan mobil yang tak sesuai, terutama angkutan umum. Berikutnya, keinginan warga pulang kampung tak bisa dihindari.
“Apalagi sekarang dilonggarkan oleh pemerintah pusat untuk mudik. Makin tak jelas ini aturan dan akan membahayakan penyebaran virus corona,” katanya.
Imam juga mempertanyakan pengawasan wilayah perbatasan Jawa Barat dengan Jakarta yang masih banyak lalu lalang warga menggunakan kendaraan bermotor.
Pemerintah Jawa Barat dan DKI Jakarta meminta pemerintah pusat menghentikan sementara operasional kereta commuter line alias KRL tetapi pemerintah pusat mengabaikannya. (Viva)