WartaDepok.com – Namanya memek. Tapi, jangan berpikir jorok dulu ya. Jajanan asli Kabupaten Simeulue, Aceh ini enak disantap. Memek merupakan jajanan dari campuran beras ketan dan pisang.
Meski namanya berkonotasi negatif, tapi kuliner khas pulau Simeuelue ini bikin ketagihan. Bentuknya sekilas mirip dengan bubur. Namun saat dimakan, rasa pisang dan beras ketan gonseng (sangrai) lebih terasa. Aroma gurih sangit dari beras sangrai juga menusuk ke hidung.
Untuk membuat memek, bahan yang harus disediakan yaitu beras ketan yang sudah digonseng, pisang sesuai selera, santan biasa tidak kental atau tidak encer, garam dan gula.
Setelah semuanya siap, pisang selanjutnya ditumbuk kasar sehingga tekstur pisangnya masih ada dan kemudian dicampur dengan semua bahan tadi.
“Proses pembuatannya butuh waktu satu jam. Karena kita harus menggonseng beras terlebih dulu. Berasnya harus beras ketan,” kata seorang penjaga stand kuliner Simeulue, Almawati dilansir dari detik.com.
Sejak zaman dulu, masyarakat Simeulue kerap membuat memek untuk disantap bersama keluarga. Tapi sekarang makanan ini sudah mulai jarang dijumpai di hari-hari biasa. Alasannya, karena terbuat dengan campuran santan, makanan ini tidak tahan lama.
Saat ini memek hanya dibikin pada hari-hari besar atau bulan tertentu saja seperti Ramadan. Selama bulan puasa, hampir setiap rumah di daerah penghasil lobster itu membuat memek sebagai salah satu sajian berbuka. Sebagian besar masyarakat di sana pun, tahu cara membuat memek.
Menurut Almawati, nama memek ini sebenarnya memiliki arti mengunyah-nguyah atau menggigit. Pada masa dulu, nenek moyang mereka kerap mengunyah-nguyah beras ketan yang sudah dicampur pisang sehingga muncul istilah mamemek. Lambat laun, makanan tersebut disebut dengan memek.
“Ini makanan khas Simeulue, warisan lelulur. Tidak boleh diganti namanya. Di daerah kami tetap bilang namanya memek,” jelas Almawati.
Untuk mencoba memek ini, selama Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-7, Kabupaten Simeulue menyediakan kuliner ini di stand kuliner mereka. Lokasinya di Taman Ratu Safituddin, Lampriet, Banda Aceh.
Di sana, memek dimasukkan ke dalam cup (wadah plastik) dan dijual Rp 5.000 perporsi. Makanan ini disediakan dari siang hari.
“Ramai yang minta makanan ini. Bahkan ada pengunjung yang membeli untuk dibawa ke Jakarta. Memek ini bisa dimakan dingin-dingin atau biasa,” ungkap Almawati.