Margonda

Sering Dikejar Deadline, Risiko Bunuh Diri Dokter dan Wartawan Tinggi

61
×

Sering Dikejar Deadline, Risiko Bunuh Diri Dokter dan Wartawan Tinggi

Sebarkan artikel ini
Pixabay/Ilustrasi

WartaDepok.com – Perilaku bunuh diri yang dipicu depresi semakin mengkhawatirkan. Data World Health Organization menunjukan Indonesia akan mengalami ledakan depresi pada 2020.

Jika dibiarkan, itu akan memicu tingginya angka bunuh diri.

Hal tersebut diungkapkan dr Brihastami Sawitri SpKJ dan dr Nalini Muhdi SpKJ (K) dalam workshop Surabaya Suicide Update 2019 di FK Universitas Airlangga.

Saat ini saja, rata-rata dalam sebulan Brihastami menerima sepuluh pasien yang mengaku punya keinginan mengakhiri hidup. Jumlah itu didapatkan dari tiga rumah sakit tempatnya berpraktik.

”Tiga sampai lima di antaranya bahkan pernah melakukan percobaan bunuh diri,” kata dia. Untuk laki-laki dan perempuan, hampir sama jumlahnya. Hanya, perempuan masih lebih bisa diselamatkan ketimbang laki-laki.

Perempuan yang berusaha bunuh diri memilih menyayat nadi atau minum racun dosis kecil sehingga bisa diselamatkan. Tapi, kalau laki-laki, mereka melompat dari gedung tinggi, menabrakkan diri, atau minum racun dalam dosis besar.

Kasus bunuh diri yang diketahui media massa hanya sebagian kecil. ”Jadi, ini seperti fenomena gunung es. Yang diketahui hanya di atas permukaan, sedangkan yang di bawah permukaan masih banyak lagi,” ujarnya.

Menurut Nalini, mayoritas penyintas bunuh diri di Kota Surabaya merupakan usia remaja akhir dan usia dewasa awal, yakni 15–29 tahun. Pemicu terbesar adalah stressor di pekerjaan.

Misalnya, deadline yang ketat, atasan yang menekan, atau lingkungan kerja yang tidak bersahabat. Ide bunuh diri tak serta-merta muncul. Mereka lebih dulu depresi.

”Ada yang cepat depresi, ada pula yang lama depresinya,” lanjut dia. Biasanya keinginan bunuh diri muncul setelah mereka tiga bulan depresi tanpa mendapat perawatan memadai.

Depresi diawali dengan adanya tekanan yang bisa menimbulkan burnout atau kelelahan kerja. Itu terjadi bila seseorang bekerja terus-menerus tanpa ada keseimbangan hidup.

Padahal, setiap pekerja butuh libur dan istirahat cukup. Pekerjaan yang berisiko membuat pekerjanya bunuh diri, menurut Nalini, adalah dokter dan wartawan.

”Dua pekerjaan itu memiliki waktu bekerja yang tidak menentu. Mereka harus siap kapan saja ketika dibutuhkan,” ungkapnya.

Selain itu, mereka yang bekerja di malam hari rentan depresi dan bunuh diri. ”Orang yang bekerja malam hari rentan bunuh diri. Sebab, kurang tidur di malam hari bisa membuat stres,” kata dia.

Nalini mengatakan, bunuh diri dapat dicegah dengan cara merawat diri sendiri. Seseorang perlu membiasakan untuk mengalihkan perhatian dari sakit emosional seperti sedih, marah, merasa gagal, dan frustrasi.

”Perlu dibiasakan berpikiran positif,” tuturnya. Seseorang juga harus terhubung secara sosial agar dapat mencegah kesepian dan keputusasaan.

Melibatkan diri dalam komunitas kelompok atau kegiatan sosial yang positif menjadi salah satu yang bisa dilakukan.

”Apabila memiliki tekanan pikiran, jangan ragu untuk menceritakannya kepada orang lain,” kata Nalini. Selain itu, meluangkan waktu untuk melakukan hal yang disenangi dapat merelaksasi pikiran.

”Jika cara tersebut masih belum manjur, bisa menghubungi psikiater atau psikolog,” terang dia

PERINGATAN KECENDERUNGAN BUNUH DIRI

  • Menunjukkan keputusasaan
  • Kemarahan yang tak terkendali
  • Bertindak impulsif atau terlibat dalam aktivitas berisiko
  • Merasa terjebak seperti tidak ada jalan keluar
  • Penyalahgunaan alkohol atau narkoba
  • Menjadi lebih pendiam dan tertutup
  • Menarik diri dari teman, keluarga, dan masyarakat
  • Kecemasan, agitasi, tidak bisa tidur atau tidur sepanjang waktu
  • Mood yang berubah secara dramatis
BACA JUGA:  Melalui Cipayung Expo, Kenalkan Produk UMKM Lokal Go Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *