Opini

Era Kebiasaan Baru di Transportasi Umum

113
×

Era Kebiasaan Baru di Transportasi Umum

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi transjakarta/Shutterstock

Oleh: Djoko Setijowarno

WartaDepok.com – Semua negara mengalami penurunan menggunakan transportasi umum. Namun, bukan berarti harus serta merta beralih penggunaan pribadi.

Di Indonesia, ada kecenderungan beralih memakai sepeda motor.

Yang harus dilakukan pemerintah adalah mengelola mobilitas warga mulai dari hulu hingga hilir dengan tetap mengutamakan transportasi umum yang didukung bersepeda dan berjalan kaki untuk perjalanan jarak pendek.

Terkait pandemi covid-19 menuju era kebiasaan baru (new normal) perlu kehati-hatian dan tanggung jawab semua pihak terkait mobilitas warga.

Mobilitas bukan hanya tanggung jawab dari Kementerian Perhubungan.

Secara konsep dan teori kita sudah paham semua, bahwa transport is derived demand (transportasi adalah permintaan turunan dari aktivitas tata guna lahan).

Saat ini penanganan covid 19 dari sisi mobilitas baru sebatas di hilir saja, membatasi kapasitas 50% dan sejenisnya.

Akan tetapi di hulu masih terlihat kedodoran membatasi pergerakan masyarakat dengan travel demand management (TDM).

Pembagian shift jam kerja juga dapat dipakai untuk TDM. Gugus Tugas Percepatana Penanganan Covid-19 dapat meminta Kementerian Negara Penertiban Aparatur Negara untuk mengatur pola kerja Aparatur Sipil Negara (ASN), Kementerian Negara BUMN untuk mengatur pola kerja pegawai BUMN dan Kementerian Tenaga Kerja untuk mengatur pola kerja karyawan swasta.

Ekonomi memang harus pulih, tapi perlu dipilih-pilih sektor ekonomi mana yang harus bergerak lebih dulu.

Intinya sektor-sektor esensial perlu dilepas terlebih dahulu di era kebiasaan baru (new normal).

Sektor non esensial dilepas belakangan saat pandemi memang sudah terlihat jelas penurunan kurvanya.

Saat pandemi covid 19, semua industri transportasi babak belur termasuk di Amerika Serikat.

Yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat saat ini, yaitu memberikan bantuan atau insentif kepada pelaku industri transportasi sebagai jaring pengaman agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan selanjutnya saat kondisi menuju normal, insentif ini bisa digunakan untuk modal operasi.

Ke depannya, sistem pembelian layanan (buy the service) yang dirintis oleh Ditjenhubdat Kementerian Perhubungan juga harus ada klausul penggunaan dananya untuk membantu pelaku industri saat terjadi force majeur seperti saat ini.

Saat ini dengan Covid 19, Trans Jakarta, KRL Jabodetabek, MRT Jakarta, LRT Jakarta pasti mengalami penurunan penumpang luar biasa dimana otomatis dana buy the service atau PSO (public service obligation) tidak terpakai optimal.

Sehubungan dengan ini, perlu kiranya agar dana buy the service ini juga dapat ditransfer menjadi dana jaring sosial industri transportasi agar tidak ada PHK massal.

Ditjen. Perkeretaapian Kementerian Perhubungan mengalokasikan PSO di tahun 2020 sebesar Rp 2,67 triliun. Untuk KRL Jabodetabek mencapai Rp 1,55 triliun (0,58 persen).

PSO KRL ini merupakan yang terbesar karena yang mempunyai 44 relasi dan dalam Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2019 akan melayani 1.057 perjalanan setiap harinya.

Untuk mengurangi beban pemerintah, perlu ada restrukturisasi tarif KRL. Tarif bersubsidi diberikan bagi penumpang penglajo. Beberapa tahun lalu sudah pernah dilakukan kajian atau studi oleh Ditjen.

Perkeretaapian berkenaan dengan rencana perubahan pola tarif KRL Jabodetabek. Hari Sabtu, penumpang penglajo sekitar 5 persen dan di hari Minggu hanya 3 persen.

Pengguna KRL di akhir pekan kebanyakan bermobilitas dengan tujuan sosial (wisata, belanja, keperluan keluarga dan lain-lain). Perlu dikurangi secara bertahap penghilangan subsidi di akhir pekan.

Untuk membantu pengusaha transportasi umum, misalnya dapat dilakukan kerjasama dengan pengusaha/industri untuk mengangkut pegawai. Pengusaha dapat mengalihkan tunjangan transportasi pekerja untuk digunakan sewa bus.

Bus umum dapat beroperasi, pengusaha dapat menghemat biaya transportasi yang diberikan peorangan. Pekerja yang biasanya naik sepeda motor dan memenuhi ruang parkir, sekarang naik bus umum.

Demikian pula dengan Kementerian, Lembaga dan BUMN yang memiliki kendaraan antar jemput pegawainya, dapat menambah jumlah armadanya, agar pegawainya dapat menggunakan transportasi umum.

New Normal Kereta Api di Eropa
Beberapa negara di Eropa melakukan program kebiasaan baru (new normal) untuk moda kereta api.

Peningkatan frekuensi dan kapasitas kereta api untuk mengurangi kepadatan penumpang.

Operator kereta api wajib menerapkan sistem reservasi kursi pada kereta jarak jauh dan regional.

Untuk kereta api perjalanan jangka pendek, penumpang harus memberikan ruang satu kursi kosong di antara penumpang.

Operator kereta api harus menggunakan sistem penghitungan penumpang, terutama pada kereta komuter dan pinggiran kota, untuk mengelola kapasitas.

Dibuatkan alur penumpang harus dikelola di stasiun dan berhenti jika tingkat kesehatan masyarakat yang memadai tidak dapat dipastikan.

Perjalanan di luar jam sibuk harus didorong dengan insentif, seperti harga yang disesuaikan, atau jam kerja yang fleksibel dalam kasus kereta komuter, untuk menghindari kepadatan.

Pintu harus dibuka di setiap perhentian baik secara otomatis atau jarak jauh oleh pengemudi.

Kebiasan baru (new normal) di Inggris, pandemi covid-19 memberikan dampak pada peningkatan pembelian 56 persen dan penurunan penggunaan transportasi umum 48 persen.

Hal ini disebabkan ketakutan masyarakat menggunakan angkutan umum, dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.

Saat lockdown, perjalanan menggunakan kereta api berkurang 90 persen.

Setelah lockdown, diperkirakan perjalanan menggunakan kereta api akan perlahan meningkat kembali, sekitar 20 persen – 27 persen.

Pemerintah melakukan penyesuaian signifikan terkait transportasi umum, untuk memulihkan kondisi transportasi umum dan memastikan bahwa pergerakan tidak bergeser ke angkutan pribadi, termasuk kereta api.

Kereta api menyediakan kartu perjalanan paruh waktu dan fleksibel untuk penumpang yang mengubah kebiasaan perjalanan kerja mereka.

Jaringan jalur sepeda dan budaya berjalan kaki harus dibangkitkan kembali di masyarakat.

Pengistimewaan menggunakan transportasi umum yang didukung keberadaan jalur sepeda dan pejalan kaki untuk perjalanaan jarak pendek.

Salah satu kiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh adalah berolah raga. Bersepeda adalah olah raga sekalian bisa beraktivitas lain.

Pada 8 Juni 2020, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permenhub No 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Sejumlah surat edaran direktorat jenderal di lingkungan Kementerian Perhubungan diterbitkan menyusul terbitnya Permenhub No 41/2020.

Permenhub serta surat edaran yang dikeluarkan itu untuk memastikan masyarakat tetap bisa melakukan aktivitas secara produktif, tetapi aman dari bahaya Covid-19 Dengan adanya aktivitas masyarakat yang produktif, diharapkan roda perekonomian nasional bisa tetap berjalan.

Transportasi tidak hanya aman, nyaman dan selamat. Akan tetapi harus higienis (sehat dan bersih) dan humanis.

*Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat & Anastasia Yulianti, peneliti Laboratorium Transportasi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Anggota MTI Jawa Tengah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *