Opini

Jumat Barokah

133
×

Jumat Barokah

Sebarkan artikel ini
Suryanyusyah, Sekjen Siwo PWI Pusat

Oleh: Suryansyah

Virus corona telah mengusir banyak orang dari tempat ibadah, tempat mencari nafkah, dari rutinitas, dari kegembiraan ke kesunyian.

Hari ini –Jumat 5 Juni 2020- mayoritas umat Muslim bahagia. Pintu masjid telah dibuka. Pun tempat ibadah lainnya.

Jumat 5 Juni 2020, jadi barokah. Kali pertama sholat jumat digelar. Setelah ditiadakan selama dua bulan. Selama pandemi virus corona.

Saya yang tinggal di Depok, Jawa Barat, merasakan nikmatnya. Meski tata cara jumatan kali ini berbeda. Ada jarak antar jamaah. Kapasitasnya pun hanya 50 persen. Sesuai protokol kesehatan.

Sebelum masuk masjid, pengurus masjid berjaga di gerbang. Mereka mengukur suhu tubuh jamaah. Satu per satu. Selanjutnya, jamaah cuci tangan dengan sanitizer.

Sehari sebelumnya sudah ada himbauan. Pun petunjuk tata cara sholat jumat. Termasuk mengambil air wudhu di rumah masing-masing. Jamaah juga diminta membawa sajadah.

Saat khotib naik mimbar, suasana benar-benar hening. Semua jamaah tertunduk menyimak. Tak ada teriakan anak-anak yang biasanya bercanda. Kerinduan ke masjid mencair. Ada emosi mengalir dalam jiwa.

“Antara khusyuk dan emosional. Entah apa namanya,” kata seorang teman di grup Whatsapp.

Perbedaan jumatan ini memang terasa dari biasanya. Waktunya sudah ditentukan. Tidak perlu berlama-lama. Khotbah dibawakan sekitar 10 menit.

Selesai sholat pun terasa berat beranjak. Para jamaah berdoa penuh khidmat. Mereka pun tertib kembali pulang satu per satu. Sesuai arahan pengurus masjid.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Kota Depok selesai 4 Juni 2020. Tapi, belum menerapkan New Normal secara utuh. Depok akan menerapkan Pembatasan Sosial Kampung Siaga (PSKS).

Banyaknya berita ”new normal” di televisi seperti sebuah pernyataan bahwa ”bahaya Covid-19 sudah selesai”.

”New normal” sudah seperti diterjemahkan ”kembali normal”. Padahal bukan begitu. Kita hidup berdampingan dengan virus corona. Suka atau tidak. Tapi itu yang harus kita jalani. Artinya kita harus tetap waspada.

Pada sebagian wilayah seperti Jawa Barat new normal diistilahkan dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Indikator diterapkannya AKB di Depok harus berdasar pada kian kecilnya angka reproduksi efektif (Rt).

Memang tak semua masyarakat bisa jumatan. Di Kota Depok, masih ada 25 RW dari 16 kelurahan dan tujuh kecamatan yang belum boleh membuka tempat ibadah. Itu karena masuk kategori zona merah.

Saya bersyukur tempat tinggal saya masuk zona kuning. Artinya risiko ancaman Covidnya sudah rendah berdasarkan data-data yang dilaporkan ke gugus tugas.

Zona yang ditentukan di beberapa daerah telah sesuai dengan ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Yakni berdasarkan pada aspek epidemiologi, surveilans, dan fasilitas kesehatan yang ada.

Tapi, jangan girang dulu. Depok masuk kategori level 3 soal penyebaran Covid-19 di Jawa Barat. Kita harus tetap waspada. Karena level ini masih kategori berat. Masih ada 19 kelurahan yang kasus konfirmasi positifnya di atas 6. Bahkan ada yang 30 orang.

Tentu dibutuhkan kesadaran tingkat tinggi dari masyarakat. Tidak boleh seenaknya. Pun keseriusan penegak hukum dalam mengawasi pergerakan masyarakat. Jika perlu ada sanksi agar lebih disiplin.

Patuhi protokol yang ditetapkan. Tentu supaya naik kelas dari zona merah menjadi zona hijau.

Jika tahapan itu bisa dilalui, new normal menjadi benar adanya.
Kerinduan kehidupan tak bergantung pada protokol. Semoga Jumat perdana menjadi Barokah. Penuh rahmat.

*Sekjen Siwo PWI Pusat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *