Oleh: dr. Rakhmad Hidayat, Sp.S (K)*
WartaDepok.com – World Health Organization (WHO) telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi dunia. Hingga 29 Juni 2020, COVID-19 diketahui telah menginfeksi lebih dari 10 juta jiwa di 216 negara.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Indonesia per tanggal 29 Juni 2020, coronavirus telah menginfeksi 55.092 orang di Indonesia, dengan angka kematiannya mencapai 2.805 orang.
Saat ini, Jawa Timur dikategorikan sebagai daerah zona merah COVID-19 dikarenakan tingginya kasus positif di provinsi tersebut.
Secara kumulatif, pada tanggal 29 Juni 2020, jumlah kasus positif di Jawa Timur mencapai 11.805 kasus dengan angka kematian mencapai 863 orang (7,31%).
Tingginya kasus COVID-19 di Jawa Timur menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi dengan kasus tertinggi di Indonesia.
Kota Surabaya merupakan kota yang memiliki jumlah kasus positif COVID-19 tertinggi di Jawa Timur dan di Indonesia, dengan 5.605 kasus pada tanggal 29 Juni 2020.
Pada awal masa pandemi, respon Indonesia sangat lambat sehingga di awal Maret Indonesia hanya memiliki dua rumah sakit rujukan yang dapat menangani pasien COVID (RS Umum Persahabatan dan RS Pusat Infeksi Sulianti Saroso) dan hanya memiliki satu laboratorium pemeriksaan PCR COVID-19 di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes), sehingga terjadi penumpukan pemeriksaan dan pasien serta keterlambatan pengumuman hasil pemeriksaan dari setiap pasien.
Kemudian, pada tanggal 16 Maret 2020, Kementerian Kesehatan memperbolehkan laboratorium lain untuk melakukan pemeriksaan COVID-19.
Kota Depok merupakan salah satu kota yang menjadi episentrum penyebaran COVID-19 di Jawa Barat.
Lokasi kota Depok yang berdekatan dengan DKI Jakarta sebagai pusat episentrum wabah disertai dengan tingginya mobilisasi warga Depok ke kota lain dapat meningkatkan risiko penyebaran kasus COVID-19 di Kota Depok.
Hal tersebut terlihat dari adanya peningkatan jumlah kasus pasien dalam pengawasan (PDP) pada 2 minggu sejak kasus pertama, yaitu 29 orang yang tersebar di 8 kecamatan di Kota Depok.
Secara kumulatif, pada 16 Juni 2020, terdapat 612 kasus terkonfirmasi positif di Kota Depok, yang menjadikan Depok Sebagai kota dengan kasus COVID-19 tertinggi di Provinsi Jawa Barat.
Kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di 10 kota di Jawa Barat
Seiring dengan peningkatan kasus di Kota Depok, Pemerintah Depok memerlukan strategi baru dalam penanggulangan wabah.
Sistem pemerintahan desentralisasi di Indonesia memungkinkan Pemerintah Kota Depok untuk mengambil kebijakan khusus dalam menanggulangi wabah COVID-19 di Depok.
Dalam situasi normal, Kota Depok mungkin bisa terbantu oleh lengkapnya fasilitas ibukota Jakarta, yaitu rumah sakit dan laboratorium rujukan nasional untuk COVID-19. Akan tetapi, terjadinya peningkatan jumlah kasus yang tinggi di DKI Jakarta dan Kota Depok menyebabkan terjadinya penumpukan pasien di rumah sakit dan laboratorium rujukan nasional.
Sehingga Kota Depok harus mandiri dalam memenuhi fasilitas khusus dalam penanganan dan perawatan pasien COVID-19 di Kota Depok untuk menghindari ledakan jumlah pasien COVID-19.
Pembangunan fasilitas kesehatan baru akan memakan waktu lama dan biaya yang cukup besar, sehingga Pemerintah Kota Depok memilih untuk melakukan optimalisasi rumah sakit dan sumber daya yang ada di Kota Depok.
Pemerintah Kota Depok menetapkan beberapa langkah strategi dalam penatalaksanaan COVID-19 secara komprehensif, yang dilakukan melalui 3 langkah yaitu to prevent, to detect, dan to response.
Sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona, Pemerintah Kota Depok menetapkan gerakan kampung siaga COVID-19, yang terdiri atas sterilisasi fasilitas sosial dan umum, pengaktifan sistem informasi kesehatan warga, dan penyaluran bantuan logistik bagi warga yang menjalani karantina.
Gerakan ini mulai diterapkan pada tanggal 2 April 2020 untuk meningkatkan kesadaran warga terhadap COVID-19 dan sebagai sarana monitoring kasus COVID-19.
Kemudian, pada tanggal 15 April 2020 ditetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama 14 hari sesuai hasil koordinasi dengan Pemerintah Jawa Barat.
Penerapan PSBB ini dilakukan secara terintegrasi dengan daerah-daerah di kawasan Jabodetabek.
Beberapa langkah PSBB yang diterapkan di Kota Depok antara lain penghentian kegiatan di sekolah, institusi pendidikan, tempat kerja, dan tempat ibadah; penutupan tempat keramaian seperti pusat perbelanjaan, restoran, dan tempat wisata; pelarangan kegiatan yang melibatkan banyak orang; dan pembatasan berkendara.
Dalam upaya mendeteksi kasus COVID-19, Pemerintah Kota Depok berencana membangun fasilitas laboratorium yang dapat menunjang pemeriksaan COVID-19 di Kota Depok.
Namun hal tersebut membutuhkan waktu yang lama dan dana yang cukup besar.
Oleh sebab itu, di awal masa pandemi, Pemerintah Kota Depok bekerja sama dengan RSUI sebagai satu-satunya rumah sakit yang memiliki laboratorium PCR dengan standar keamanan BSL-2.
Layanan pemeriksaan laboratorium di RSUI bukan hanya untuk pasien yang datang langsung, tetapi pusat pelayanan kesehatan lain juga dapat mengirimkan sampelnya ke RS UI untuk dilakukan pemeriksaan PCR.
Layanan biomolekular yang dilakukan di RSUI sangat membantu dalam meningkatkan kapasitas deteksi kasus COVID 19 di Indonesia, khususnya di wilayah depok dan sekitarnya.
Pemerintah Kota Depok juga terus memperluas jaringan laboratorium secara bertahap.
Pemerintah Kota Depok bekerja sama dengan RS Bhayangkara Brimob dan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Kota Depok dalam membangun fasilitas laboratorium PCR untuk diagnosis COVID-19. Dengan adanya tiga tempat pemeriksaan, penemuan kasus di Kota Depok diharapkan lebih cepat dan akurat.
Selain membangun fasilitas laboratorium pemeriksaan COVID-19, Pemerintah Kota Depok juga pemeriksaan skrining masal di beberapa kecamatan yang menjadi zona merah di Kota Depok.
Pada bulan Mei, Pemerintah Kota Depok juga melakukan pemeriksaan swab masal di beberapa stasiun Untuk mengantisipasi terjadinya ledakan kasus positif COVID-19 di Kota Depok, Pemerintah Kota Depok melakukan penguatan kapasitas dan jejaring pelayanan medis untuk penanganan COVID-19.
Rumah sakit rujukan COVID-19 di Kota Depok dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu untuk penanganan pasien dengan gejala sedang-berat dan ringan atau tanpa gejala.
Untuk penanganan pasien dengan gejala sedang-berat, Pemerintah Kota Depok awalnya menetapkan 2 rumah sakit dedikasi penanganan COVID-19 di Kota Depok, yaitu Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dan Rumah Sakit Bhayangkara Brimob.
Pemilihan rumah sakit tersebut didasarkan pada potensi fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai di kedua rumah sakit tersebut.
Misalnya, RSUI memiliki ruangan perawatan bertekanan negatif dan ICU, dokter spesialis yang kompeten dibidangnya, serta fasilitas laboratorium yang dapat digunakan untuk pemeriksaan PCR.
Setelah itu, rumah sakit dedikasi COVID-19 diperluas dengan menambahkan RSUD Kota Depok.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat, wali kota Depok menetapkan 7 rumah sakit tambahan sebagai rumah sakit rujukan COVID-19, yaitu RS Puri Cinere, RS Hermina, RS Sentra Medika, RS Melia, RS Bunda Margonda, RS Tugu Ibu, dan RS Mitra Keluarga.
Sementara itu, bagi warga dengan status orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) ringan yang tidak dapat melakukan isolasi mandisi di rumah, Pemerintah Kota Depok mengalokasikan dua rumah sakit swasta, yaitu Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah (HGA) dan Rumah Sakit Citra sebagai rumah sakit untuk isolasi.
Warga yang tidak bisa melakukan isolasi mandiri di rumah dapat dirujuk melalui Puskesmas ke dua Rumah Sakit tersebut agar dapat terkendali.
Berdasarkan strategi yang dilakukan oleh Kota Depok, terlihat bahwa penting bagi pemerintah daerah untuk mengidentifikasi kemampuan dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah serta bekerja sama dengan pihak pemerintah pusat, daerah serta swasta yang dapat mendukung daerah tersebut untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi pandemi ini.
Langkah-langkah yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Depok dalam memitigasi risiko dalam menghadapi pandemi COVID-19 dari sudut pandang analisis kebijakan dinilai efektif dalam mengendalikan pandemi tersebut.
Penerapan PSBB pada fase pertama ditemukan mampu menurunkan angka peningkatan ODP dan PDP di Kota Depok, dari 32-34 orang per hari, dan 27-28 menjadi 26-27 pasien per hari.
Selain itu, peningkatan kapasitas tes juga meningkatkan temuan kasus positif di Kota Depok menjadi 762 kasus per 29 Juni 2020.
Dengan demikian, strategi Kota Depok dapat dijadikan panduan bagi daerah lain untuk membuat kebijakan baru sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
*Manajer Pelayanan Medik RSUI, Mahasiswa S2 Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit FKM UI