Oleh: Suryansyah
WartaDepok.com – New Normal. Dua kata itu jadi fenomenal. Penafsirannya ditangkap berbeda. Ada yang menyambut baik. Sebaliknya banyak juga yang nyinyir.
Definisi New Normal adalah skenario untuk mempercepat penanganan COVID-19 dalam aspek kesehatan dan sosial-ekonomi. Presiden Joko Widodo meminta masyarakat hidup ‘berdampingan’ dengan corona.
Pemerintah rencana untuk mengimplementasikan skenario New Normal. Tentu dengan mempertimbangkan studi epidemiologis dan kesiapan regional.
Tapi, New Normal bukan istilah yang digaungkan Presiden Joko Widodo. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebutnya. Maksudnya, kehidupan baru di tengah pandemi corona.
Masyarakat di dunia diminta produktif. Tapi, tetap menjalankan protokol pencegahan Covid-19. Vaksin infeksi tersebut belum ditemukan.
Tidak ada kemenangan yang cepat diraih. Kompleksitas dan ketidakpastian ada di depan. Mungkin perlu menyesuaikan langkah-langkah dengan cepat. Itu kata Direktur Regional WHO untuk Eropa Henri P. Kluge.
Jadi WHO yang memberikan beberapa indikatornya. Prinsip utama dari New Normal adalah menyesuaikan dengan pola hidup. Protokol kesehatan menjadi tatanannya. Yakni menjaga jarak sosial, pemakaian masker dan rajin cuci tangan.
Transformasi ini untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi. Kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai ditemukan vaksin untuk Covid-19.
Kebijakan New Normal tertuang dalam Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Tentu dibutuhkan kesadaran tingkat tinggi dari masyarakat. Tidak boleh seenaknya. Pun keseriusan penegak hukum dalam mengawasi pergerakan masyarakat. Jika perlu ada sanksi agar lebih disiplin.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah dijalankan dijadikan evaluasi. Kekurangannya harus segera diatasi. Harus diakui grafik penanganan covid-19 saat ini belum menunjukan grafik yang landai. Tiap hari masih ada penambahan pasien maupun kematian.
Virus corona memang telah mengusir banyak orang dari tempat ibadah, tempat mencari nafkah, dari rutinitas, dari kegembiraan ke kesunyian.
Hal ini tak boleh dibiarkan berlarut. Harus ada sikap tegas menghadapinya. Jika tidak, sendi kehidupan bakal terpapar. Perekonomian bisa hancur. Tingkat pengangguran makin tinggi. Berjalan seiring dengan pertumbuhan kriminalitas. Negeri ini bisa terancam chaos.
Kini masyarakat bosan hampir tiga bulan terkurung di rumah. Ruang gerak aktivitas terbatas. Tapi, diminta hidup ‘berdamai’ dengan corona, malah berteriak.
Masyarakat banyak yang gagal paham. Hidup ‘berdamai dengan corona’ bisa ditafsirkan akan menempuh Herd immunity. Ini bisa dibaca sabagai sinyal “lempar handuk” penanganan Covid-19.
Bahasa halus politiknya, pemerintah berbaik hati kepada masyarakat dengan “mempersilakan” melakukan aktivitas ” New Normal”.
Inilah yang oleh sebagian kalangan dipandang sebagai sikap “pembiaran” masyarakat untuk melakukan aktivitas yang mereka inginkan dengan risiko terpapar virus corona baru.
Bagi yang kuat, bakal survive dan terbentuk imunitasnya terhadap virus corona. Bagi yang lemah, ya matilah risikonya. Terutama mereka yang dalam tingkat kehidupan rendah.
Itulah sinyal yang dipancarkan oleh para tenaga media via *#indonesiaterserah*. Ini isyarat kekhawatiran mereka bakal terjadi skenario Herd Immunity. Jika itu terjadi, mungkin bakal chaos.
Kelemahan Jokowi dalam melempar isu damai itu, sayangnya tidak segera diterjemahkan oleh para pembantunya. Sosialisasinya masih kurang. Akibantnya, masyarakat banyak yang gamang.
Padahal kata berdamai itu harusnya ditafsirkan seperti apa?
Jika tanpa tafsir yang jernih, bisa saja berdamai dengan virus corona diartikan sebagai “lempar handuk” alias menyerah.
Dr. Faheem Younus, dari University of Maryland, Kepala Pusat Penelitian Penyakit Menular, berkata bahwa kita semua akan hidup berdampingan dalam beberapa bulan kedepan dengan virus ini. Jadi jangan tolak ataupun panik akan hal tersebut.
“Jangan buat hidup Anda sulit, mari kita belajar hidup bahagia dengan fakta yang telah terjadi,” ujarnya.
Pernyataan Dr. Faheem ini senada dengan kebijakan pemerintah Indonesia. Dengan slogan “New Normal Life”, mewajibkan masyarakat berdamai dengan COVID-19. Menjalankan aktivitas seperti biasa. Tetapi tetap dengan protokol kesehatan yang wajib dijalankan.
Virus ini tidak berkurang saat musim panas. Contohnya di Brasil dan Argentina. Saat ini kedua negara tersebut memasuki musim panas. Tetapi di sana virus menyebar dengan sangat cepat.
Mencuci tangan dan menjaga jarak 2 meter menjadi cara terbaik dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Pada prinsipnya COVID-19 tidak menyebar di udara. Tapi air liur (droplet). Sehingga, Anda tetap bisa berjalan jalan keluar rumah dengan memperhatikan jarak antar manusia.
Penularan bukan melalui Mesin ATM, Kartu Kredit atau apapun yang Anda pegang, selama tetap mencuci tangan sebelum memegang daerah muka akan tetap aman dari virus ini.
Virus juga tidak akan mati dengan kita meminum atau memakan cuka, soda, dan Jahe. Menggunakan sarung tangan juga sebuah ide yang buruk. Virus akan terakumulasi di sarung tangan dan secara mudah akan tersebar. Cara yang paling efektif tetap mencuci tangan.
Jadi, jangan takut hadapai New Normal.*
*Sekjen Siwo PWI Pusat